JAKARTA, KOMPAS.com – Lincah. Barongsai itu seolah tak mau henti bergerak, selalu ikut irama yang terus berdentam.
Kisah barongsai itulah yang menjadi cerita utama "Dragon Dance", sebuah film pendek dokumenter yang digarap oleh 10 pelajar SMP Keluarga Kudus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Film berdurasi 10 menit tersebut diproduksi untuk mengikuti lomba “Gelar Karya Film Pelajar (GKFP) 2018” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
"Barongsai itu kearifan lokal yang bagus untuk dijadikan film dokumenter, karena kesenian ini menunjukkan sikap toleransi antarumat beragama. Terlebih lagi, di Kudus banyak teman kami juga terlibat dalam kesenian ini," ujar Patrick Tjhang, siswa kelas 3 SMP keluarga Kudus, yang menyutradarai Dragon Dance di Jakarta, Senin (25/11).
Patrick mengatakan, barongsai adalah kesenian yang dibawakan secara beregu dengan memainkan 10 tongkat pada badan naga. Para pemainnya bergerak membentuk gelombang harmonis, sesuai karakter makhluk naga yang banyak tersebar dalam beberapa mitos di masyarakat.
Selain memerlukan kekompakan antarpemain, barongsai juga mengandung banyak nilai moral seperti persatuan, toleransi, hingga rasa saling percaya. Saat ini barongsai melalui organisasi Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) juga telah diakui sebagai cabang olahraga oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia.
"Film kan bukan cuma sarana hiburan, tapi juga bisa menjadi media yang baik untuk mempromosikan kearifan lokal yang ada di Indonesia, seperti barongsai ini," kata Patrick.
Patrik berharap nilai-nilai positif yang tertuang di film tersebut membuat jajaran juri GKFP 2018 memasukkan "Dragon Dance" ke dalam 12 besar film kategori dokumenter dari 314 film pendek yang terdaftar di lomba ini.
"Apalagi, kami satu-satunya nominee yang terdiri dari pelajar SMP, sementara yang lainnya kan karya pelajar sekolah tingkat atas," tambahnya.
Nantinya, "Dragon Dance" akan bersaing dengan 23 karya pelajar SMA dari berbagai daerah di Indonesia. Patrick sendiri masih tak karya dia dan teman-temannya ini bisa lolos sebagai nominasi.
Berkat itulah, Patrick dan Michael Vincentzo sebagai juru kamera diundang menghadiri workshop dan Malam Anugerah GKFP 2018 di Jakarta pada 22 – 24 November 2018. Selama rangkaian kegiatan itu mereka berdua mendapat kesempatan emas berbagi pengetahuan dengan para sineas besar Tanah Air seperti Christine Hakim, Reza Rahadian hingga Ernest Prakasa.
Anggi Frisca, juri GKFP 2018, mengaku sangat memberikan apresiasi untuk para pelajar SMP ini, terutama karena karya mereka berhasil menjadi nominee dan bisa bersaing dengan karya para pelajar lain yang satu level di atas mereka.
"Ini menunjukkan bahwa ada bakat movie maker pada pelajar di kalangan SMP. Potensi mereka besar, karena dengan usia masih sangat muda sudah bisa membuat karya. Film mereka berhasil mengemas konten dengan menarik dan menampilkannya dengan cara yang berbeda," ujar Anggi.
Anggi menuturkan bahwa keberanian membuat film di usia sangat muda menunjukkan bahwa siswa SMP ini memiiliki jiwa kepemimpinan dan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Menurut dia, film dan seluruh proses pembuatannya merupakan masalah yang harus diselesaikan. Untuk
"Dan, menyelesaikan masalah itu butuh jiwa leadership tinggi. Nah, dengan kemampuan mereka membuat film ini artinya mereka juga memiliki potensi kepemimpinan yang besar yang masih perlu diasah untuk menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi nantinya," tambah Anggi.
baca dong https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/26/17522061/dragon-dance-inilah-film-pendek-karya-pelajar-smp-di-kudus
Bagikan Berita Ini
0 Response to ""Dragon Dance", Inilah Film Pendek Karya Pelajar SMP di Kudus!"
Posting Komentar