TEMPO.CO, Jakarta - Film Badarawuhi di Desa Penari yang diproduksi MD Pictures segera tayang saat libur lebaran, 11 April 2024. Film ini adalah spin off dari KKN di Desa Penari.
Film besutan Muhammad Stamboel atau Kimo Stamboel ini ini akan memfokuskan ke misteri Badarrawuhi dan tradisi pemilihan Dawu atau tumbal yang akan dijadikan penari untuk menemani lelembut di sebuah hutan perbatasan atau tapak tilas di ujung desa. Simple Man, peramu kisah ini di Twitter pada 2019, mengaku tulisan ini diangkat dari kisah nyata.
Badarawuhi di Desa Penari, yang juga akan tayang secara global dengan judul Dancing Village: The Curse Begins itu membuat penasaran orang. Apakah film prekuel ini akan sesukses KKN di Desa Penari yang ditontoh lebih dari 10 juta penonton pada 20202.
Sinopsis Badarawuhi di Desa Penari
Dalam keangkeran Desa Penari, Badarawuhi berperan sebagai sosok wanita penari yang terus meneror para mahasiswa KKN yang berkunjung ke desa. Mereka harus menghadapi serangkaian kejadian mengerikan tak terduga dan di luar batas nalar. Badarawuhi dianggap sebagai ratu penguasa dalam kehidupan spiritual dan mistis di Desa Penari.
Badarawuhi, yang juga disebut sebagai pemilik sinden atau tempat mandi para penari di hutan, menjadi karakter multifaset yang tidak hanya memimpin, tetapi juga ikut dalam upacara tradisional seperti menari untuk memenuhi kebutuhan roh penjaga hutan. Sebagai elemen sentral dalam film ini, Badarawuhi dijanjikan untuk mengungkapkan sisi-sisi yang lebih dalam dan misterius dari karakternya.
Dengan janji kejutan dan ketegangan yang menanti, penonton diundang untuk menyaksikan sendiri perjalanan Badarawuhi di Desa Penari. Film ini akan membawa penonton ke dalam alam mistis, menggali lebih jauh tentang latar belakang dan tujuan Badarawuhi, serta meresapi ketegangan yang tumbuh dalam kisah ini. Jadi, siapkan diri untuk menyaksikan cerita yang menghibur dan mendebarkan.
Review Film Badarawuhi di Desa Penari
Tak jauh berbeda dengan film pertama, KKN di Desa Penari, pemeran utama sebagai Badarawuhi tetap diperankan oleh Aulia Sarah dengan lawan tandingannya, Diding Boneng sebagai Mbah Buyut. Peran selanjutnya diambil oleh Maudy Effrosina sebagai Mila, Jourdy Pranata, Claresta Taufan, Dinda Kanya Dewi, Ardit Erwandha, Maryam Supraba, dan Aming Sugandhi.
Maudy Effrosina mampu memerankan tokoh utama sebagai Mila secara menyeluruh dan menyatu dengan karakteristik yang ia mainkan. Meski namanya tidak setenar Adinda Thomas, Tissa Biani, dan pemeran perempuan lainnya di film pertama, kepiawaiannya memainkan mimik muka, patut diacungi jempol.
Apalagi, karakter Mila digabungkan dengan gemilangnya akting Claresta Taufan yang berperan sebagai Ratih. Keduanya sangat cocok dan saling melengkapi satu sama lain sebagai dua tokoh itu akan membuat penonton terheran-heran.
Dalam cerita di film ini, sebelumnya telah dikatakan, akan menampilkan peran Badarawuhi yang lebih besar dan menempatkannya sebagai pusat sentral film, ditambah Mila sebagai pemeran utama lain. Di dalamnya juga akan menawarkan misteri-mesteri yang belum terjawab di film pertama.
Tak hanya kepiawaian akting para artis, film ini juga memberikan informasi kepada penonton seputar budaya klenik yang dilakukan masyarakat desa setempat. Budaya ini merupakan bagian dari ritual pemilihan Dawu untuk dijadikan sebagai tumbal agar bisa menjaga desa dari bahaya.
Teknis Pengambilan Gambar Sesuai Standar IMAX
Film ini menampilkan gaya pengambilan gambar yang sinematis dengan sound design menegangkan. Apalagi saat shoot gambar di pasar, hutan dan jalan menuju Desa Penari. Mengambil latar era 80an yang persis dengan film sebelumnya, film ini memasukan imajinasi KKN di masa lampau dan sukses membuat tegang penonton.
Dengan suasana yang sama dan tempat yang tidak banyak berubah, bahkan cenderung sama dengan film sebelumnya, membuat plot atau alur cerita yang ditampilkan sedikit monoton dan mudah ditebak. Tapi hal itu seperti membuka ingatan penonton lagi untuk mengingat apa saja kejadian di film sebelumnya.
Menariknya, meski sedikit monoton, resolusi gambar yang telah berstandar IMAX, mampu membuat penonton terkagum-kagum. Menampilkan Expanded Aspect Ratio ekslusif IMAX dengan gambar, ukuran dan resolusi yang lebih besar dari film konvensional lainnya. Standar layar IMAX berukuran 22 meter lebar dan 16 meter panjang (72,6 x 52,8 kaki). Hal ini yang membuat film ini terlihat keren.
Pilihan Editor: Pergi Nonton Saat Libur Lebaran, 5 Film Bioskop Ini Bisa Jadi Pilihan
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Review Film Badarawuhi di Desa Penari: Ungkap Sisi Lebih Dalam dari Misteri Badarawuhi - Seleb Tempo"
Posting Komentar