Search

Ulasan Film: 'Love for Sale'

Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi sebagian orang, menjalani kehidupan percintaan sama rumitnya dengan memecahkan teka-teki alam semesta. Bekerja pun menjadi pelarian hingga seperti lirik lagu milik Kunto Aji, terlalu lama sendiri hingga terlalu lama asyik sendiri.

Fenomena itu yang digambarkan Gading Marten melalui karakter dalam film Love for Sale, Richard. Ia selalu memulai hari dengan kaus kutang dan kolor putih, beranjak dari tempat tidur, menggaruk pinggang, dan bekerja.

Hidupnya hanya diisi dengan bekerja. Pengalaman cinta yang buruk di masa lalu membuat ia jomlo hingga bertahun-tahun. Hanya bekerja sebagai pengusaha percetakan yang mampu membuatnya lupa tak memiliki kekasih.

Hingga kemudian, ia terlalu asyik hidup dalam status lajang meski usia dia pada umumnya sudah memiliki rumah tangga.


Namun Richard tak melulu kesepian. Ia memiliki teman-teman yang nyaris tiap pekan menemani hidupnya, mulai dari menonton bareng, main sepak bola, dan kebiasaan umum lelaki, bertaruh.

Saking asyik taruhan, kadang teman-temannya yang kurang ajar itu menjadikan Richard sebagai bahan taruhan. Mereka bertaruh peluang Richard membawa pasangan dalam sebuah pesta pernikahan sahabatnya.

Harga diri Richard yang tinggi memaksanya memutar otak. Beruntung, era teknologi kini memungkinkan ia mencari teman melalui aplikasi kencan instan. Tinggal main geser, bila cocok, pacar pun didapat.

Beruntungnya Richard bertemu dengan Arini (Della Dartyan) yang akan membantu dia terhindar dari kalah taruhan. Namun lebih dari itu, Richard kemudian larut dalam asmara bersama wanita tersebut usai pesta pernikahan.

Ulasan Film: 'Love for Sale'Film 'Love for Sale'. (Dok. Visinema Pictures)

Cerita Love for Sale mungkin klise. Namun film itu membuatnya menjadi menarik, diberi bumbu dan digodok dengan cerita yang serealistis mungkin. Ini membuat kedekatan emosi dengan penonton.

Sutradara Andibachtiar Yusuf mampu menyampaikan kegelisahan Richard yang tak memiliki pasangan kepada penonton lewat beberapa adegan, seperti meminta saran kepada teman hingga berbicara sendiri dengan hewan peliharaannya.

Penyampaian itu juga didukung akting Gading yang terasa pas. Richard yang diperankan Gading benar-benar kaku kala pertama bertemu Arinin, seperti lelaki yang tak pernah berurusan dengan wanita dalam hidupnya.

Namun seiring dengan berjalannya durasi, Gading mulai luwes saat bersama dengan Della.


Di sisi lain, Yusuf dan Irfan Ramly menulis naskah dengan rapi. Unsur komedi yang ada dalam film bergenre drama romantis ini terasa natural dan tidak dipaksakan.

Kisah cinta klise pada film ini diracik sedemikian rupa sampai menjadi cerita yang cukup rumit. Penonton diajak memperhatikan adegan demi adegan.

Selain itu, Akting Della sebagai pendatang baru layak diacungi jempol. Pada setiap adegan Della tampil maksimal, matanya seakan ikut berbicara ketika berdialog dengan aktor lain.

Padahal, karakter Arini sebagai perempuan anggun sangat bertolak belakang dengan kehidupan sehari-hari Della. Tapi ia berhasil memerankan Arini dengan baik.

[Gambas:Youtube]

Film ini semakin menarik karena mengandung kritik sosial yang dekat dengan masyarakat Indonesia, seperti kasus korupsi e-KTP, renovasi gedung DPR yang menghabiskan banyak uang dan acara televisi pagi hari yang menyiarkan pertengkaran rumah tangga.

Walau tema cinta, Love for Sale menjadi pilihan di antara banyak film cinta dengan cerita yang mudah ditebak. Bila dapat diberi ponten, angka 7,5 dari 10 layak diberikan pada film yang diproduseri Angga Dwimas Sasongko dan Chicco Jerikho ini. (end)

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180314125330-220-282883/ulasan-film-love-for-sale

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ulasan Film: 'Love for Sale'"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.