Satu-satunya cara untuk menikmati film klise ini adalah dengan mencoba untuk meyakini bahwa Red Sparrow sebenarnya adalah film komedi, tulis Caryn James.
Bayangkan Anda adalah seorang balerina Rusia yang patah kaki. Ibu Anda yang tengah sakit, sedang menderita di rumah gubuknya. Lalu, paman Anda, Vanya, datang dan menawarkan solusi bahwa agar bisa mendapatkan uang, Anda harus menjadi pelacur yang bertugas untuk pemerintah. Akankah Anda, si balerina mengambil tawaran itu?
Itulah awal kisah Dominika Egorova, yang diperankan Jennifer Lawrence, di film Red Sparrow.
Selanjutnya, Charlotte Rampling, yang berperan sebagai guru bernama Matron, mengajar Dominika di sebuah kelas mematai-matai orang, dengan menggunakan rayuan seks.
Red Sparrow dibuat dengan menggabungkan resep aman tapi selalu disukai: seks, mata-mata dan Rusia. Namun, khusus untuk film ini, satu-satunya cara untuk menikmatinya adalah dengan mengaggap Red Sparrow adalah film komedi.
Mengapa? Film ini dipenuhi aktor yang berbicara dengan aksen Rusia yang dibuat-buat, adegan seks yang tidak enak dipandang dan kekerasan yang berlebihan.
Ketidaksempurnaan film ini telah dimulai sejak adegan awal, ketika karakter yang diperankan Lawrence menari balet, dengan tidak elegan, di Bolshoi Ballet yang terkenal. Setelah kecelakaan di atas panggung mematahkan kakinya, perempuan ini mulai menjadi lebih brutal.
Semunya itu terjadi setelah pamannya (Matthias Schoenaerts), seorang deputi di Badan Intelijen Rusia, menawarkan bahwa satu-satunya cara agar Dominika bisa keluar dari kemiskinan dan membantu ibunya (Joely Richardson) adalah dengan beralih ke sebuah profesi baru, yang berbahaya.
Sementara itu, agen CIA Amerika, Nate Nash (Joel Edgerton), yang sangat berhati-hati menjaga narasumber Rusianya, mengalami kemalangan dan harus ditarik pulang. Dominika pun ditugaskan ke Budapest untuk menemui Nash (yang kini dalam tugas barunya) dan mengorek informasi tentang narasumber Rusia sang agen CIA itu.
"Apakah kamu percaya padaku?" tanya Lawrence dengan nada mendesah kepada Edgerton. Mereka pun terlibat hubungan cinta.
Film-film seperti Silver Linings Playbook dan American Hustle telah menjadi bukti betapa bertalentanya Jennifer Lawrence, serupa dengan film Loving dan The Gift, bagi Edgerton.
Namun, di film ini, Lawrence malah terkesan imut dan Edgerton terlalu manis. Aura yang dipancarkan kedua pemain itu tidak cocok dengan keseksian yang seharusnya muncul. Semuanya terkesan palsu.
Naskah film ini ditulis oleh Justin Haythe, yang didasarkan pada novel laris Jason Matthews, seorang mantan mata-mata CIA. Apapun yang dilakukan Haythe, film ini terasa tidak relevan dan nyambung dengan berbagai ketegangan antara Rusia dan Amerika Serikat yang belakangan kembali muncul.
Sutradara film ini, Francis Lawrence, adalah orang dibalik tiga seri film the Hunger Games. Namun, sangat sedikit kualitasnya di film itu yang tergambarkan di Red Sparrow, yang disyuting di Budapest, Hungaria, hingga Wina, Austria ini; mulai dari karakter yang terkesan lucu hingga lokasi latar belakang film yang terlalu bermeah-mewah.
Adegan penyiksaan menggunakan seember air, juga malah terlihat seperti salah satu adegan di film tentang dunia tari, Flashdance. Ending film ini memang mencengangkan dan penuh twist, tetapi rasanya tidak akan mengubah apa-apa karena penonton sudah bosan di sepanjang film yang tidak sebentar ini; dua jam 19 menit.
★★☆☆☆
Anda bisa membaca versi asli dari artikel ini berjudul Red Sparrow is a painfully unsexy film di BBC Culture.
baca dong http://www.bbc.com/indonesia/vert-cul-43327606Bagikan Berita Ini
0 Response to "Red Sparrow: Film thriller membosankan yang sangat tidak seksi"
Posting Komentar