Menurut juri Berlinale, film Kamila Andini memiliki visi sinematik yang khusus, di mana film ini bertutur secara puitis mengenai hidup dan perjalanan emosi melalui pengamatan semesta yang unik. Juri juga menambahkan bahwa film ini berhasil mencakup risiko, otentisitas, unsur mistis, serta tarian yang filmis.
"Aku merasa seperti bulan. Begitu terang Tapi setelah beberapa saat terangnya memudar.... " demikian cuplikan kalimat dalam film Sekala Niskala (The Seen and Unseen) di Berlinale, festival film bergengsi internasional yang berlangsung setiap tahunnya di ibukota Jerman, Berlin.
Produser fim Sekala Niskala, Ifa Isfansyah menggambarkan: "Ketika premier film berlangsung di Zoo Palast, bioskopnya penuh penonton. Responnya bagus, film selesai diputar tepuk tangan serasa tak berhenti. Karena ini film untuk kalangan anak-anak dan remaja, banyak anak dan remaja yang datang dan komentar-komentar mereka pun tulus dan jujur."
Film Sekala Niskala berkisah tentang saudara kembar yang berusia 10 tahun, lelaki dan perempuan, bernama Tantra dan Tantri. Anak kembar laki dan perempuan di Bali menjadi simbol keseimbangan. Suatu ketika Tantra menderita sakit serius dan perlahan kehilangan kesadaran. Film ini mengungkap bagaimana beratnya seorang anak yang akan berpisah dengan saudara kembarnya yang meregang nyawa.
Ifa menceritakan salah satu aspek kelebihan film yang ia produksi: "Dalam film itu semua bahasa yang dipakai bahasa daerah, Bahasa Bali, dan semua pemainnya orang Bali dan lokasi syutingnya pun 100 persen di Bali."
Baca juga Film Indonesia, Sekala Niskala Dapat Sambutan Hangat di Berlinale
Lima tahun proses pembuatan
Ifa Isfansyah bekerjasama dengan dengan produser Gita Fara dalam memproduksi film ini. Naskah ditulis sendiri oleh sutradara film ini, Kamila Andini, yang juga ikut menjadi produser. Selain pemain film terkenal, Ayu Laksmi dan Happy Salma, pemain-pemain lainnya tak punya latar belakang bermain film. Turut bermain dalam film ini, Thaly Titi Kasih dan Gus Sena.
Menurut Ifa tidak ada hambatan berat dalam proses pembuatan film ini termasuk masalah faktor bahasa daerah dalam proses pembuatan film tersebut. "Kendalanya hanya pada waktu. Anak yang menjadi pemeran utama cepat tumbuh, dari 10 tahun sudah jadi 15 tahun, selama masa pembuatan film. Sehingga perlu ada pergantian pemain."
Film yang digarap selama lima tahun ini mendapat beragam dukungan beberapa organisasi dari beberapa negara, seperti Hubert Bals Fund, Asia Pacific Screen Awards Children's Film Fund, Cinefondation La Residence, dan Doha Film Institute.
Cara bertutur yang istimewa
Panitia festival film Berlinale menyampaikan langsung apresiasinya terhadap film ini. Dituturkan Ifa: "Ini film kedua Kamila Andini. Film pertamanya juga pernah diputar di Berlin. Jadi penting sekali bagi festival mengikuti jejak pembuat film. Kedua, jarang sekali ada film anak-anak yang cara bertuturnya seperti ini. Bisa dilihat perbedaannya jika dilihat filmnya, di mana cara bertuturnya berbeda sekali, tidak seperti cara bertutur biasa. Saya rasa audiens festival di sini juga merasa sangat penting untuk bisa merasakan keberagaman film, terutama pada anak-anak dan remaja."
Di Berlin, Ifa mengingat lagi, bagaimana proses diskusi ide ketika film ini baru akan dibuat beberapa tahun lalu: "Sebagai produser saya punya kesan pertama yang mendalam ketika sutradara menyampaikan idenya dulu atas film ini. Cara berpikir sangat kuat dan berbeda. Dan sangat susah sekali dalam cara bertutur dalam film. Butuh waktu cukup lama agar orang memahami seperti apa visi film ini. Film ini punya cara bertutur yang baru, bagaimana cara bercerita, menyampaikan emosi, semua dengan cara baru, berbeda dengan film-film yang pernah ada."
Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Bekraf Endah Wahyu Sulistianti mengungkapkan, Bekraf ikut memfasilitasi keberangkatan tim film Seen and Unseen ke Berlinale ini, sebab menurut Bekraf film Seen and Unseen adalah salah satu film yang juga berprestasi di beberapa ajang festival di Indonesia. "Keterwakilan Indonesia di ajang bergengsi Berlinale melalui film Seen and Unseen sebuah kebanggaan dan patut diapresiasi dan juga memberi kesempatan bagi pembuat film Indonesia untuk hadir meluaskan jaringan kerjasama dan pasar global."
Sekala Niskala ditayangkan di bioskop Indonesia pada bulan Maret 2018. Film besutan Kamila Andini ini tayang perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) tahun 2017. Setelah itu, film ini juga diputar di festival-festival film lainnya, seperti di Jepang, dan memenangkan penghargaan seperti di Asian Pasific Screen Award, untuk kategori film remaja terbaik.
ap/yf(berbagai sumber)
(ita/ita)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Film Indonesia Menang di Festival Bergengsi Berlinale di Jerman"
Posting Komentar