Search

Cerita The Mo Brothers Seputar Film Garapannya, dari Rumah Dara sampai The Night Comes for Us - Kompas.com - KOMPAS.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Duo sutradara Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel yang dikenal dengan nama The Mo Brothers berbagi cerita seputar film-film yang telah mereka garap selama ini.

Cerita ini dibagikan The Mo Brothers dalam sesi obrolan Retrospective bersama Joko Anwar yang disiarkan di podcast Jokan, pada Senin (20/4/2020).

Bikin film pakai handycam

Sebelum sukses seperti sekarang, ternyata sutradara Kimo Stamboel juga pernah membuat film dengan alat seadanya.

Pada saat itu, Kimo baru saja pulang ke Indonesia usai menempuh pendidikan di luar negeri.

Film horor yang ia buat berjudul Bunian pada tahun 2004. Dalam film ini, Timo Tjahjanto terlibat sebagai kameramen.

"Waktu itu syutingnya tahun 2002-2003 ya. Iya syutingnya weekend doang di Australia, dan cuma pakai handycam," ucap Kimo Stamboel.

Alasan Kimo membuat film Bunian karena pada saat itu ramai film independen dari berbagai genre bermunculan.

Sementara, Timo Tjahjanto mengatakan, saat itu ia tengah menjadi seorang freelancer dan memutuskan untuk menjadi kameramen dalam film tersebut.

Meski seadanya, film horor Bunian mendapat respons dan apresiasi dengan diputar di beberapa kampus di Indonesia.

Film Bunian diputar di Indonesia pada tahun yang sama dengan perilisannya.

Bahkan, pada saat itu, salah satu TV swasta berminat untuk memutarnya.

Film Bunian berkisah tentang Andra, seorang mahasiswa Indonesia jurusan jurnalistik di Sydney, tengah mencari tempat tinggal baru dan tinggal bersama orang-orang baru. Tapi justru membawanya ke dalam pengalaman yang tak terbayangkan.

Baca juga: Cerita Kimo Stamboel Bikin Film Horor Berbekal Handycam

Vakum lima tahun usai Rumah Dara

Nama The Mo Brothers pernah meraih sukses lewat film Rumah Dara pada 2010.

Film yang dibintangi oleh Shareefa Danish ini membuat nama mereka melambung di kancah perfilman Indonesia.

Namun, setelah film Rumah Dara, mereka sempat vakum selama lima tahun membuat film bersama untuk genre horor-thriller.

Keduanya pun mengungkap alasan mereka. Kimo mengatakan, setelah Rumah Dara menuai sukses, banyak tawaran datang padanya tetapi belum sesuai kriteria mereka.

"Rumah Dara itu was not that success full, di mana setelah itu gue sama Timo selalu di-approach untuk bikin film ini itu, cuma gue kan sama Timo ada ini sendiri (kriteria)," ucap Kimo Stamboel.

Sementara Timo Tjahjanto mengakui, kala itu mereka terbawa selera pribadi sehingga membuat mereka tanpa disadari harus absen selama lima tahun menggarap film bareng.

"Harus gue akui, Rumah Dara itu gue kemakan hype gue sendiri. Karena kami masuk beberapa festival sendiri (di luar negeri). Jadi kami merasa kayak smooth selling nih buat kami," ucap Timo.

Kimo menimpali, setelah film Rumah Dara, banyak tawaran untuk kembali membuat film bertema serupa tetapi mereka enggan untuk membuatnya.

Meski demikian, baik Kimo dan Timo mampu kembali berkarya dan menunjukkan taji mereka dengan membuat film berjudul Headshot pada 2016.

Baca juga: Vakum 5 Tahun Usai Rumah Dara Sukses, The Mo Brothers: Kami Terlalu Idealis

Cerita di balik film Headshot

Timo Tjahjanto ternyata mengerjakan film laga Headshot dengan cukup cepat.

Dalam proses pra-produksinya, Timo hanya butuh waktu dua minggu untuk menyelesaikan naskahnya dan tiga minggu untuk persiapan proses syutingnya.

"Karena kami sudah unemploy sekian lama, gue tulis tuh Headshoot, dalam dua minggu tuh jadi skrip, gue cuma mikir pokoknya nanti Iko (Uwais) harus berantem di sini, nah bangun ceritanya dari berdasarkan itu," ucap Timo.

"Kami persiapan syuting cuma 3,5 minggu. Tapi begitu kami mulai, some of fighting scenes belum didesain, jadi desainnya itu pas libur syuting, kan enam hari syuting dalam seminggu, nah satu hari liburnya itu dipakai untuk desain fight scene," ujar Timo menambahkan.

Meski demikian, Timo merasa hasilnya cukup memuaskan. Headshot bisa dibilang menjadi filmnya yang memuaskan setelah lima tahun absen membuat film feature.

Film ini menjadi film pertama Iko Uwais yang disutradarai oleh sutradara asal Indonesia.

Headshot mendapatkan empat nominasi pada Festival Film Indonesia 2016 dan berhasil memenangkan dua di antaranya.

Baca juga: Timo Tjahjanto Ungkap Cerita di Balik Pembuatan Film Headshot

Sebelum Iblis Menjemput jadi pelipur lara

Film Sebelum Iblis Menjemput yang tayang pada 2018 ternyata menjadi pelipur lara untuk Timo Tjahjanto yang tengah mengalami gundah.

Ketika itu salah satu filmnya, The Night Comes for Us, mengalami keterlambatan proses post production.

Di sela-sela waktu luang tersebut, Timo mencoba menggarap film lain yang akhirnya tercetuslah Sebelum Iblis Menjemput.

Ternyata, ia bisa menyelesaikan tahap demi tahap film Sebelum Iblis Menjemput dengan baik dan efisien.

Timo tak memungkiri, meski dikerjakan dalam waktu yang relatif pendek, Sebelum Iblis Menjemput cukup membuatnya puas.

"Begitu gue lihat hasilnya Sebelum Iblis Menjemput yang setelah gue hitung, dari pertama ngetik naskah sampai (tayang) di bioskop itu cuma empat bulan loh...," ucap Timo Tjahjanto.

Kata Timo, film Sebelum Iblis Menjemput juga telah mengajarkannya hal baru dalam proses pembuatan film.

Selain itu, Timo Tjahjanto senang bisa mengeksplor sub tema baru dalam genre horor.

Baca juga: Sebelum Iblis Menjemput Ternyata Jadi Pelipur Lara bagi Timo Tjahjanto

Sumber inspirasi The Night Comes for Us

Timo Tjahjanto mengungkapkan, film The Night Comes for Us garapannya yang tayang pada Oktober 2018 terinspirasi dari sinema Hong Kong era 1980 - 1990-an.

Adapun, film laga ini dibintangi oleh sejumlah aktor kawakan Tanah Air, di antaranya Joe Taslim dan Iko Uwais.

Film ini tayang perdana di Fantastic Fest pada 22 September 2018 yang kemudian dirilis melalui jaringan Netflix pada 19 Oktober 2018.

"Gue cuma satu, sebelum The Night Comes for Us itu (jadi) gue ingin ini jadi film yang nuansa pembantaiannya, buat gue tuh sebuah bukti kecintaan gue sama Hongkong 80's cinema, tapi bukan Jackie Chan ya," ucap Timo.

Timo mencontohkan, pada saat itu banyak sekali sineas Hongkong yang memikatnya untuk membuat karya bernuansa sama.

"Kayak The Untold Story, zamannya Michael Wong, Riki-Oh, andai gue bisa se-absurd Riki-Oh gue mau banget. Jadi kayak film Hongkong itu kan kategori three film banget di era 80-90an," ucap Timo.

Timo mengatakan, selepas membuat film Killers (2014), ia sudah kurang minat untuk membuat film dengan alur cerita yang penuh pemaknaan.

Baca juga: Timo Tjahjanto Siapkan Sekuel untuk The Night Comes For Us

Setelah melewati proses yang panjang dalam pembuatan The Night Comes for Us, Timo mendapatkan sebuah kepuasan tersendiri.

Meski proses post-production film itu cukup lama, ia tak masalah karena hasil akhirnya memuaskan.

The Night Comes for Us bercerita tentang seorang tukang pukul bernama Ito (Joe Taslim) yang kembali ke keluarga kriminalnya di Jakarta setelah bekerja dengan sebuah Triad Asia Tenggara yang kejam.

Dia terperangkap dalam sebuah intrik pengkhianatan dan kekacauan saat Triad tersebut memulai sebuah kampanye berdarah untuk ekspansi teritorial mereka.

Selain Joe Taslim dan Iko Uwais, film ini juga dibintangi oleh banyak pemain film ternama seperti Julie Estelle, Arifin Putra, Oka Antara, Epy Kusnandar, serta Zack Lee.

Ada pula Dimas Anggara, Sunny Pang, Kelly Tandiono, Prisia Nasution, Hannah Al Rasyid, Dian Sastrowardoyo, Hendra Tanuwidjaja, Avrilla Sigarlaki, dan David Hendrawan.

Baca juga: Timo Tjahjanto Sebut The Night Comes for Us Terinspirasi dari Film Hong Kong

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.kompas.com/hype/read/2020/04/23/122805366/cerita-the-mo-brothers-seputar-film-garapannya-dari-rumah-dara-sampai-the?page=all

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Cerita The Mo Brothers Seputar Film Garapannya, dari Rumah Dara sampai The Night Comes for Us - Kompas.com - KOMPAS.com"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.