Search

"Tilik” Menumbuhkan Atmosfer Film-Film Pendek di Jogjakarta (1) - JawaPos

Tilik menggabungkan talent yang sudah berpengalaman di panggung teater dan film dengan warga desa tempat riset dan syuting diadakan. Mendapat tawaran untuk dikembangkan jadi film panjang dan bersekuel, tapi belum diiyakan.

SHAFA NADIA, Jogjakarta, Jawa Pos

TIGA puluh menit itu datang dari perjalanan panjang dua tahun. Sampai sang pencetus sempat lupa dengan ide yang pernah dilontarkannya.

Hasilnya adalah Tilik. Film pendek yang disutradarai Wahyu Agung Prasetyo itu sampai pukul 22.30 tadi malam telah mencatat 16.412.813 view di YouTube. Dan, membawa Bu Tejo, karakter utama di film tersebut, ke pusaran perbincangan dunia maya dan nyata.

’’Memang panjang perjalanan kami sampai akhirnya memberanikan diri ikut program Danais (Dana Istimewa Jogja) dari Dinas Kebudayaan Jogjakarta dan jadi hasilnya,’’ tutur Elen Rosmeisara, produser Tilik, kepada Jawa Pos yang menemuinya di Jogjakarta pada Jumat malam pekan lalu (21/8).

Sejak UU Keistimewaan disahkan pada 2012, Jogjakarta mendapatkan dana istimewa atau Danais yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah pusat. Salah satu aliran dana tersebut diperuntukkan kemajuan industri film pendek Jogjakarta melalui dinas kebudayaan.

Setidaknya, saat itu, pada 2013, ada tujuh judul film yang berhasil mendapatkan Danais melalui sistem penunjukan langsung oleh pihak dinas kebudayaan.

Dari tujuh rumah produksi itu, diambillah lima orang yang ditunjuk sebagai kurator. Kurator-kurator dipilih guna mengubah sistem pemilihan rumah produksi yang berhak mendapatkan Danais selanjutnya.

Tilik adalah road movie yang mengisahkan perjalanan sejumlah ibu di atas truk dari sebuah desa di Bantul, Jogjakarta, menjenguk sang kepala desa di rumah sakit. Selama perjalanan, Dian, seorang gadis dari desa yang sama, jadi bahan perbincangan utama. Dengan diselingi sejumlah adegan lain: dari berhenti pipis sampai dicegat polisi.

Karya kelima dari Ravacana Films itu diproduksi pada 2018. Meski, sebetulnya Bagus Sumartono, penulis skenario, mencetuskan idenya itu dua tahun sebelumnya.

Dari sana dimulailah riset ke Desa Saradan, Imogiri, Bantul, Jogjakarta. Warga desa tersebut masih melestarikan budaya tilik atau menjenguk.

”Saking panjangnya proses yang kami jalani, Mas Bagus sampai lupa pada ide yang pernah dilontarkan,” kata Elen, lantas tergelak.

Proses syuting hanya memakan waktu empat hari pada Juni. Sebab, semua pemain yang terlibat di dalamnya sudah berpengalaman di dunia seni peran. Baik film, teater, maupun ketoprak. Termasuk para pemain pembantu lain yang merupakan warga asli Desa Saradan.

’’Warga sana punya pentas tahunan dan mereka terlibat. Bahkan, si Gotre itu beneran sopir truk yang pernah main ketoprak,’’ kata Elen menyebut karakter sopir truk di dalam film yang menyabet penghargaan kategori Film Pendek Terpilih di Piala Maya 2018 tersebut.

Karena itu, latihan peran para pemain utama hanya butuh waktu seminggu. Sedangkan para ekstras hanya sekali latihan.

Selama syuting berlangsung, tidak ada yang namanya pengulangan adegan. Yang justru sangat membekas bagi Elen dan Agung adalah komitmen yang ditunjukkan para talent.

Saat syuting berlangsung, tim produksi sebenarnya menyiapkan satu mobil full AC yang ditujukan untuk para talent beristirahat. Namun, ibu-ibu itu menolak dan tetap memilih beristirahat di atas truk.

Padahal, cuaca saat itu tengah terik-teriknya dan mereka semua dalam kondisi berpuasa. Alhasil, Agung mau tidak mau tetap menemani rombongan ibu-ibu tersebut di atas truk.

’’Mereka nggak bisa masuk ke ruangan tertutup, sempit, dan dingin. Katanya malah mual dan mereka lebih happy di truk,’’ jelas Elen, lalu tertawa.

Bukan tanpa alasan rupanya. Mayoritas warga Saradan adalah perajin kayu dan petani yang terbiasa bekerja di bawah terik sinar matahari.

Selain melibatkan warga asli, proses syuting betul-betul dijalankan dari Desa Saradan menuju rumah sakit kota. Sebab, di mata perempuan kelahiran Medan, 27 tahun silam, itu, di sanalah transisi dari desa ke kota terlihat dan alami.

Belakangan ini, Tilik menjadi viral di berbagai media sosial sejak Ravacana Films mengunggahnya di YouTube pada 17 Agustus lalu. Elen maupun Agung pun mengaku tidak tahu, berawal dari mana dan siapa yang membuat karyanya itu jadi trending. Tak menyangka film yang digarap dengan dana 100 persen dari Danais itu tumbuh secara organik.

Menurut Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan DIJ Sri Eka Kusumaning Ayu, animo masyarakat Jogja sejak ada Danais terbilang sangat tinggi. Itu bisa dilihat dari semakin beragamnya ide dan kreasi yang disampaikan setiap tahun melalui proposal yang diajukan saat pendaftaran dibuka. ’’Dan, pasti paling nggak setiap tahun juga ada yang nyantol ke festival internasional,’’ tutur Eka.

Untuk Tilik, kata Elen, pihaknya memang meminta bantuan kepada beberapa influencer agar mengenalkan kepada khalayak. Dua di antaranya dua komika, Gilbas dan Yusril. Namun, dari pengamatannya, yang membuat meledak itu ketika dipromosikan salah satu akun film.

Padahal, Tilik pernah tayang di TVRI sebanyak dua kali saat pandemi Covid-19. Respons yang didapat juga bagus meski banyak penonton yang merasa kurang puas karena banyak ucapan yang disensor.

’’Kami sebagai pembuat ngerasa nggak puas mempertemukan Tilik dengan penontonnya. Makanya, di-upload di YouTube,’’ kata alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

Tilik yang sempat menjalani ’’masa pingit” dua tahun di berbagai ajang festival tersebut kini sudah ditonton sebanyak 16 juta kali. Sejumlah tawaran masuk dari rumah produksi ternama dengan angka yang menggiurkan. Mengajak untuk mengembangkan Tilik menjadi film panjang dan bersekuel.

Meski tergoda, Elen dan tim tidak ingin salah langkah karena mengambil keputusan dengan cepat. Sebab, semuanya membutuhkan pertimbangan yang matang.

Pihaknya berkomitmen dan selalu percaya dengan istilah bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil. ’’Tapi, kami tidak menutup kemungkinan juga. Ya semoga kami tidak kalap mata,’’ kata Agung.

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.jawapos.com/features/28/08/2020/tilik-menumbuhkan-atmosfer-film-film-pendek-di-jogjakarta-1/

Bagikan Berita Ini

0 Response to ""Tilik” Menumbuhkan Atmosfer Film-Film Pendek di Jogjakarta (1) - JawaPos"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.