First Man tak banyak bumbu drama, apalagi pertarungan ala Venom yang menjadi saingannya tayang di Indonesia.
Film biopik ini fokus mengisahkan proses Armstrong bisa mendaratkan kaki di bulan dalam proyek NASA, lebih tepatnya pada periode mulai dari 1961 hingga momentum bersejarah itu terjadi pada 20 Juli 1969 lewat penerbangan Apollo 11.
Digarap oleh Damien Chazelle dan ditulis oleh Josh Singer, First Man mengadaptasi kisah Armstrong yang ditulis oleh James R Hansen dalam First Man: The Life of Neil A Armstrong.
Mengambil kisah sembilan tahun dari buku dengan total halaman 788 halaman tersebut tentu bukan perkara mudah. Ada banyak adaptasi, namun Singer melakukannya dengan cukup baik.
Singer memilih fokus pada rentetan proses uji coba dan proyek NASA yang lebih banyak gagal dibandingkan berhasil sehingga menimbulkan kegalauan Armstrong yang diperankan Ryan Gosling.
Armstrong menjadi sosok yang -bisa dibilang- tak pernah menyangka akan menjadi pemimpin proyek Apollo 11, di tengah kekhawatiran sang istri, anak-anak yang butuh perhatian khusus, kematian satu per satu sahabatnya, serta tekanan publik, pemerintah, juga anggota dewan.
Buku First Man: The Life of Neil A Armstrong banyak mengisahkan sisi kehidupan sang astronot. Namun dalam First Man, Singer dan Chazelle memilih mengekspos kegalauan Janet Shearon, istri pertama Armstrong, yang diperankan oleh Claire Foy, sebagai aspek kehidupan pribadi si pilot pesawat luar angkasa.
Ryan Gosling (kiri) jadi Neil Armstrong dalam 'First Man'. (Dok. Universal Studios via imdb.com)
|
Foy memerankan sosok Shearon dengan amat apik. Peran Shearon dalam film ini penting, bukan hanya sekadar istri yang khawatir suaminya tak kembali seperti pada astronot lainnya, melainkan karena membuka karakter Armstrong yang introvert.
Posisi Shearon itu lah yang memudahkan saya memahami karakter Armstrong yang dibawakan oleh Ryan Gosling. Di sisi lain, sulit rasanya melupakan karakter Sebastian Wilder yang dimainkan Gosling dalam La La Land (2016).
Sebagai cerita biopik, First Man cukup memiliki banyak isu baik sosial maupun politik yang dibawa. Salah satunya seperti masalah rasial di masa persiapan Apollo 11, atau kala Armstrong dan NASA harus mempertahankan idealisme mereka di tengah himpitan dana dan krisis dukungan politik para senator.
Namun aspek yang membuat First Man patut untuk mendapatkan jempol adalah pemilihan teknik sinematografi hingga efek visual.
Keputusan Chazelle memilih gaya visual bak repro, lengkap dengan atribut mode, riasan, hingga teknologi kala cerita itu terjadi membuat First Man terasa mengasyikkan.
Sinematografi yang apik dan klasik membuat penonton seolah menyaksikan sendiri rekaman lawas yang baru dibuka untuk publik. Hal ini jelas menambah nilai bagi film berbujet US$70 juta tersebut.
Pun, permainan efek visual melalui CGI dalam film ini sengaja dibuat terlihat sederhana, tanpa embel-embel efek secanggih Interstellar ataupun Gravity. Hal ini mungkin jadi pilihan Chazelle yang ingin membuat film ini terasa se-riil mungkin.
Meski tak menampilkan CGI yang 'wow', saya yakin First Man memiliki peluang untuk setidaknya memiliki slot nominasi di Academy Awards nanti. Peluang jelas ada bukan hanya untuk sinematografi, tapi juga desain produksi, kostum, aktris utama, bahkan tak mungkin dalam kategori film terbaik.
Walaupun begitu, film ini tak luput dari kekurangan. Hal yang patut dicatat dari film ini pengaturan alur cerita yang masih kurang apik sehingga terasa cukup membosankan di beberapa bagian.
Singer memang tepat memilih hanya sejumlah peristiwa dalam hidup Neil Armstrong untuk diangkat, namun gaya penuturannya masih membuat film berdurasi 144 menit ini terasa amat lama, selama kala menunggu bisa terbang ke bulan.
Tapi bagi pencinta drama sejarah dan astronomi, terlepas dari kontroversi dan teori konspirasi yang ada selama bertahun-tahun, sensasi menginjakkan kaki di bulan untuk pertama kalinya oleh Neil Armstrong dalam First Man tetap terasa menakjubkan. (end)
baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181014210359-220-338425/ulasan-film-first-manBagikan Berita Ini
0 Response to "Ulasan Film: 'First Man'"
Posting Komentar