Search

Ulasan Film: 'Si Doel The Movie'

Jakarta, CNN Indonesia -- "Anak Betawiiii.. ketinggalan jamaaann.. kateenyeee..."

Teriakan Rano Karno mengawali kisah Si Doel, karakter yang ia mainkan pertama kali saat masih bocah pada 1972. Seperti intro lagu latar ciptaan Sjuman Tiasa itu, anak Betawi yang 'ketinggalan jaman' memang cuma 'katenye.'

'Buktinye,' karakter Si Doel masih mampu bertahan hingga lebih dari empat dekade.


Kini pada 2018, Rano kembali meneriakkan frasa yang sama dalam sebuah film baru yang ia tulis, garap, sekaligus bintang: Si Doel The Movie.
Terakhir Rano muncul sebagai Si Doel adalah 2011. Itu pun di layar kaca, untuk film televisi Si Doel Anak Gedongan. Tayangan itu merupakan kelanjutan serial Si Doel Anak Pinggiran (2006) dan serial hit Si Doel Anak Sekolahan (1994-2003).

Nyaris satu dekade tak berkecimpung di dunia hiburan, bahkan sempat 'membelot' ke politik, darah seni Rano tak berhenti bergejolak. Ia terus memikirkan konsep terbaru Si Doel.

Lahirlah Si Doel The Movie.

Lewat film ini, si anak Betawi kembali bukan dengan tangan hampa. Ia membawa lagi sebuah kenangan manis, kisah sebuah keluarga Betawi yang sederhana dengan kompleksitas kehidupannya, dan rumitnya memilih satu di antara dua tambatan hati.


Si Doel The Movie menawarkan rasa nostalgia, kerinduan akan sosok Benyamin Sueb, cerita Si Doel yang selalu ditonton di televisi setiap malam, barang-barang ikonis keluarga Sabeni seperti tanjidor Atun, hingga berbagai foto hitam-putih potret kenangan si Doel.

Cerita Si Doel The Movie sebenarnya klise. Doel (Rano Karno) lagi-lagi harus berurusan dengan dua hati setelah 14 tahun ditinggal bininya, Sarah, ke Belanda. Dengan iming-iming proyek baru, ia pun bersedia ikut Hans ke Negeri Kincir Angin.

Mak Nyak yang kini buta dan lumpuh sebenarnya telah meminta Doel berhenti mencari Sarah (Cornelia Agatha), wanita yang ia cintai namun sekaligus menorehkan luka hati terdalam. Sebagai sosok 'pria teladan' era pra-milenial, Doel berusaha menurut emaknya.


Ia ikut Hans, tanpa berusaha memikirkan Sarah.

Zaenab (Maudy Koesnaedi) yang kini menggantikan posisi Sarah sebagai istri Doel, ikhlas-tak-ikhlas melepas kepergian suaminya ke Belanda. Zaenab khawatir cinta sejatinya itu kembali ke cinta lamanya yang sebenarnya masih berstatus istri sah.

Doel, masih sama karakternya seperti dahulu. Lebih banyak diam, merenung, tanpa bertindak secara nyata, pun tampaknya mendua soal mencari Sarah.

Di satu sisi Doel menunjukkan masih mencintai Sarah dan ingin tahu kondisi anaknya. Tapi ia tak ingin lagi menyakiti orang lain, seperti Zaenab dan Mak Nyak (Aminah Cendrakasih).


Namun hasrat naif Doel itu justru membuat orang lain terluka.

Walau lama tak terjun ke dunia film, Rano Karno patut diacungi jempol atas upayanya membawa ruh karakter lawas ini kembali hadir dengan rasa yang pernah ada dan sama.

Akan tetapi, Rano juga melakukan sejumlah pembaruan cerita dalam film ini.


Itu pun menimbulkan banyak pertanyaan, baik bagi yang amat mengikuti cerita kehidupan Si Doel, maupun penonton baru. Tak ayal, cerita Si Doel The Movie pun bisa dibilang masih membutuhkan lebih banyak potongan adegan pengingat kisah sebelumnya.

Tempo cerita sempat berjalan lambat di beberapa bagian film. Rano seolah masih terjebak dengan cara penuturan cerita Doel seperti di sinetron yang bertele-tele dan nyaris tanpa ada klimaks yang nyata.

Kerumitan masalah yang dihadapi Doel saat berhadapan dengan Sarah coba ditunjukkan Rano dengan meminimalisir dialog sang karakter utama. Rano mencoba mengandalkan mimik dan gerak tubuh Doel untuk menunjukkan kegelisahannya.


Di satu sisi cara ini berhasil membuat mereka yang menggemari kisah Doel merasa geregetan dan terbawa suasana. Namun bagi yang lain, ini bisa terasa membosankan karena Doel seolah 'tak berkutik' saat menghadapi Sarah.

Penampilan Doel dalam film ini sebenarnya menimbulkan sedikit kekecewaan, terutama bila mengharapkan jawaban dan ketegasan Doel soal nasib perasaan dua wanita di sisinya. Namun film ini masih amat menghibur berkat kehadiran sosok Mandra.

Pujian patut disematkan kepada Mandra yang menyelamatkan film ini dari jurang kebosanan. Dialognya yang ceplas-ceplos, ditambah dengan aktingnya yang alami 'Betawi banget' membantu penonton meredam emosi melihat drama Doel-Sarah-Zaenab.


Mandra sukses menjadi penyegar dalam film ini. Ia berhasil menghibur penonton, sendirian. Mengingat dalam versi sinetron, aksi Mandra sejatinya tak pernah lepas dari kehadiran mendiang Basuki dan Benyamin Sueb yang selalu bikin rindu.

Tak banyak yang bisa dikatakan dari Maudy Koesnaedy dan Cornelia Agatha selain sukses menunjukkan bahwa cinta akan selalu membutuhkan pengorbanan terpahit.

Secara umum Si Doel The Movie melepas dahaga kerinduan akan kisah klasik si anak Betawi itu, walaupun jawaban akhir atas kisah cinta segitiga Doel nyatanya masih tergantung pada sudut pandang masing-masing penonton.

Mandra menjadi penyegar dalam 'Si Doel The Movie.'Mandra menjadi penyegar dalam 'Si Doel The Movie.' (dok. Falcon Pictures)
Dengan peluang yang besar, film komersial ini seharusnya bisa menggaet penonton dan keuntungan melebihi target. Sekarang, hanya tinggal menunggu respons pasar atas kembalinya cerita Doel yang resmi tayang di bioskop pada 2 Agustus mendatang.
(end/rsa)

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180725103911-220-316792/ulasan-film-si-doel-the-movie

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ulasan Film: 'Si Doel The Movie'"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.