Berdurasi sekitar 30 menit, film ini berkisah mengenai seorang perempuan buta bernama Sekar (Sekar Sari) yang menjadikan batik tulis buatan ibunya sebagai pusat dunia.
Setiap kali ibunya membatik, Sekar dan Ibu (Christine Hakim) akan meraba, menebak, kemudian membicarakan rapalan-rapalan doa dan harapan yang terkandung di setiap corak.
Misalnya, batik corak Parang yang bergelombang menggambarkan doa untuk sebuah kegigihan dan sikap pantang menyerah terhadap ombak kehidupan yang akan terus datang.
Atau motif Semen yang berasal dari kata semi sehingga di dalamnya berisikan elemen yang menggambarkan awal cinta yang baru tumbuh.
Kemudian, hubungan harmonis ibu-anak ini akan terganggu dengan hadirnya seorang pemuda (Marthino Lio).
Sekar dan pemuda ini saling jatuh cinta, namun kekhawatiran dan perasaan sang Ibu yang ingin menjaga Sekar akan menjadi pusat kegamangan film ini.
Film yang diproduksi oleh Titimangsa Foundation dan Fourcolours Films itu mampu menghadirkan lapisan-lapisan makna batik yang baru.
Bukan lewat ucapan gamblang, penjiwaan batik justru hadir lewat dua perspektif yakni sudut pandang karakter Sekar dan Ibu.
Sosok Sekar yang tak mampu melihat memang dihadirkan Kamila Andini, sang sutradara sekaligus penulis naskah, secara sengaja. Ia 'menghilangkan' penglihatan untuk mengajak penonton melihat batik lebih dari sekadar yang kasat mata yakni bunyi dan emosi.
"Ada banyak lapisan di batik yang bisa dilihat selain yang kelihatan mata. Ada cerita, sentuhan, harmoni yang sebenarnya hadir di situ," kata Kamila, pada Senin (1/10) di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta.
"Jadi sengaja saya hilangkan (penglihatan) supaya orang-orang bisa melihat batik tidak lewat mata tapi apa yang ada di balik itu," lanjutnya.
Tak hanya itu, ada masalah sosial yang juga tergambar dalam karakter Ibu. Sosok pembatik idealis yang protektif dan posesif atas Sekar menggambarkan hubungan masyarakat sang empunya budaya dan budaya itu sendiri.
Kamila Andini, sutradara film pendek 'Sekar'. (Dok. Image Dynamics)
|
Karakter ini mampu memperlihatkan kasih sayang mendalam secara apa adanya, yakni yang menimbulkan rasa khawatir akan perpisahan dan kehilangan, layaknya masyarakat yang saat ini sedang berjuang menjaga kelestarian budayanya.
"Film ini tentang relasi ibu dan anak. Saat kita terlalu cinta, kita enggak bisa rasional tentang sesuatu. Kita selalu emosional dan protektif. Saya rasa perasaan itu yang intangible, sama ketika kita bicara tentang budaya," jelas istri produser Ifa Ifansyah ini.
Film ini juga memiliki versi rangkumnya yang berdurasi delapan menit dan telah dirilis di YouTube. Namun belum ada informasi film 'Sekar' versi lengkap ini akan tampil di festival film atau pun bioskop.
"Belum tau karena masih baru banget rampung. Jadi sampai saat ini masih akan diperlihatkan terlebih dulu," ujar Kamila.
[Gambas:Youtube] (dna/end)
baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181002111229-220-334899/melihat-sisi-lain-batik-di-film-pendek-sekarBagikan Berita Ini
0 Response to "Melihat Sisi Lain Batik di Film Pendek 'Sekar'"
Posting Komentar