"Tahun 2006, di satu Sabtu siang, saya diminta untuk datang ke rumah Steven Spielberg. Sangat tidak lazim. Saya tidak bergaul dengan Steven Spielberg."
Pernyataan itu terlontar dari mulut Aaron Sorkin saat mengenang pertama kali Spielberg menawarkan ide cerita The Trial of the Chicago 7, kisah nyata mengenai proses peradilan kotor terhadap para aktivis anti-perang yang menggelar demonstrasi berakhir ricuh pada 1968.
Kala Spielberg dan Sorkin bertemu, cerita tersebut sangat relevan karena pada 2006, Amerika Serikat sedang membara akibat demonstrasi mengenai hak imigran yang pecah di berbagai penjuru negara.
Empat belas tahun berselang, The Trial of the Chicago 7 akhirnya dirilis, dan kisah di dalamnya masih relevan di tengah marak protes Black Lives Matter setelah kematian warga kulit hitam, George Floyd dan Breonna Taylor, di tangan aparat Negeri Paman Sam.
The Trial of the Chicago 7 berhasil mengikatkan benang merah relevansi tersebut dalam satu paket sajian audio visual. Namun pada satu titik, paket itu "terlalu rapi" untuk menjadi gambaran sempurna satu pergerakan.
The Trial of the Chicago 7. (Dok. Netflix)
|
Secara garis besar, film ini mengangkat kisah nyata delapan aktivis anti-perang Vietnam. Tokoh yang dijuluki Chicago 7 ini merupakan pemimpin tiga kelompok berbeda yang menggelar demonstrasi menjelang konvensi Partai Demokrat di Chicago pada 1968.
Berawal damai, aksi yang dipimpin Chicago 7 berakhir ricuh dengan drama baku hantam antara kepolisian dan demonstran. Pemerintahan kala itu tak menggugat Chicago 7 karena penyelidikan menunjukkan kericuhan memang bermula dari tindakan kepolisian.
Setahun kemudian, roda kepemimpinan di Amerika Serikat bergulir dan pemerintahan yang baru di bawah Presiden Richard Nixon mengadili Chicago 7 atas tuduhan konspirasi menerobos batas daerah untuk memicu kerusuhan.
Akhirnya pada 1969, salah satu pengadilan yang disebut-sebut paling politis dan kotor sepanjang sejarah Amerika Serikat itu pun digelar.
Dari awal film, Sorkin sudah berhasil membuat mata penonton terbuka dengan menyuguhkan rangkuman sejarah yang menyulut amarah Chicago 7 dengan cara segar.
Film dibuka dengan perkenalan situasi serta para pemeran utama menggunakan tipikal ritme adegan Sorkin yang cepat dan mengalir sempurna, berkelindan dengan ketukan musik riangnya.
The Trial of the Chicago 7. (Dok. Dreamworks Pictures)
|
Tak bertele-tele, film langsung membahas proses peradilan terhadap Chicago 7 yang bertabur bintang, yaitu Abbie Hoffman (Sacha Baron Cohen), Tom Hayden (Eddie Redmayne), Jerry Rubin (Jeremy Strong), David Dellinger (John Carroll Lynch), Rennie Davis (Alex Sharp), Lee Weiner (Noah Robbins), John Froines (Daniel Flaherty), dan Bobby Seale (Yahya Abdul-Mateen II).
Tak salah ketika beberapa pihak menyebut film ini sebagai sidang para bintang karena sebagai aktor-aktor Hollywood kenamaan, setiap pemeran utama dalam The Trial of the Chicago 7 memang dapat menghadirkan kembali sosok-sosok legendaris itu dengan baik.
Setiap pemeran utama menunjukkan pesona masing-masing dengan porsi yang seimbang. Namun, penampilan Cohen dan Abdul-Mateen II memang perlu mendapatkan sorotan lebih.
Sebagai pemeran Seale, Abdul-Mateen II sangat piawai menyalurkan rasa frustrasi pemimpin kelompok Black Panther tersebut dalam sidang yang jelas politis, di mana ia sendiri tak didampingi kuasa hukum.
Cohen juga kerap mencuri perhatian dengan aksi menggelitik Hoffman dalam persidangan yang memercik humor segar di sela situasi panas. Pemeran karakter kontroversial Borat ini memang jagonya berlaku konyol.
Namun, melalui The Trial of the Chicago 7, Cohen kembali membuktikan bahwa ia dapat melakoni karakter serius setelah perannya sebagai mata-mata Israel legendaris, Eli Cohen, dalam serial Netflix bertajuk The Spy.
Abbie Hoffman di The Trial of the Chicago 7. (Dok. Netflix)
|
Para aktor juga dapat menjaga kesinambungan emosi sehingga mendukung alur maju mundur dalam The Trial of the Chicago 7.
Dengan alur maju mundur, Sorkin sebagai sutradara juga dapat membuat makna film ini lebih tersalur. Selain membandingkan langsung tudingan jaksa dengan fakta di lapangan, alur maju mundur juga dapat memperlihatkan relevansi peristiwa pada 1968 dan masa kini.
Dalam sejumlah adegan bentrokan, Sorkin mengombinasikan visual garapannya dan potongan video asli demonstrasi pada 1968 dengan metode cut to cut cepat.
Dengan demikian, penonton dapat melihat bahwa situasi yang terekam dalam video-video anyar demonstrasi belakangan ini sebenarnya sangat mirip dengan aksi pada 1968, hanya berbeda spektrum warna.
Sorkin juga sangat mahir menjaga relevansi kisah dengan menampilkan set hingga kostum yang tidak identik dengan 1960-an, meski kisah memang berlatar di medio tersebut.
Dalam The Trial of the Chicago 7, tak ada penggambaran berlebihan suasana akhir era 1960-an di Amerika yang identik dengan kaum hippies dan pakaian terlampau nyentrik. Alhasil, penonton masa kini merasa lebih relevan dengan The Trial of the Chicago 7.
The Trial of the Chicago 7. (Dok. Dreamworks Pictures)
|
Semua adegan dalam film ini begitu rapi dengan setiap gerak-gerik dan perkataan yang sesuai ritme adegan. Namun, kesempurnaan ini membuat The Trial of the Chicago 7 kurang organik menggambarkan kultur pergerakan, apalagi Hoffman yang dikenal urakan.
Sebagai pemeran Hoffman, Cohen sendiri pernah membeberkan bahwa Sorkin memang sangat saklek dalam mewujudkan naskah yang ditulisnya ke dalam sebuah adegan.
"Anda bekerja dengan orang yang dikenal ahli improvisasi seperti saya, mengapa harus sangat saklek? Kami akhirnya merekam beberapa versi dengan improvisasi saya, tapi akhirnya tetap adegan yang sesuai skenario yang masuk dalam film," kata Cohen dalam wawancara dengan Stephen Colbert.
Keahlian Sorkin dalam menulis naskah memang tak perlu dipertanyakan lagi, tapi ini baru kali kedua ia duduk di kursi sutradara film.
Jika dibandingkan dengan beberapa film sebelumnya, naskah Sorkin sangat kuat di tangan sutradara lain. Ambil contoh naskah Sorkin yang diterjemahkan sempurna oleh sutradara David Fincher dalam film The Social Network.
Fincher juga merupakan salah satu sutradara yang dikenal saklek. Namun, ia masih memberikan ruang improvisasi bagi para aktornya. Salah satu improvisasi yang terkenal adalah adegan Andrew Garfield menari kecil di The Social Network.
Sama seperti The Social Network, Sorkin juga memasukkan tokoh perempuan fiktif yang memegang peran besar dalam The Trial of the Chicago 7.
Jika The Social Network punya Erica Albright sebagai kekasih Mark Zuckerbeg, di The Trial of the Chicago 7 ada Daphne, agen FBI yang menyusup ke dalam lingkaran aktivis dengan merayu dan menjadi pacar Jerry Rubin.
Jerry Rubin di The Trial of the Chicago 7. (Dok. Dreamworks Pictures)
|
Kehadiran Daphne dalam film ini sempat menimbulkan tanda tanya karena malah membuat karakter Rubin terlihat lemah dan konyol, padahal di kehidupan nyata pun tokoh itu setia dengan kekasihnya.
Penggambaran cara FBI menyusup ke dalam para aktivis dalam film ini sebenarnya sudah cukup dengan adegan agen-agen lainnya. Tak perlu penekanan berlebihan lagi dari karakter Daphne hanya demi menunjukkan sisi manusiawi.
Di sisi lain, The Trial of the Chicago 7 sebenarnya sudah cukup menggambarkan sisi manusiawi, salah satunya dengan adu argumen Hayden dan Hoffman menjelang akhir film.
Sejak awal, Hayden digambarkan sebagai sosok cerdas, elegan, dan tenang. Ia selalu merendahkan Hoffman yang terlihat urakan dan terkesan norak karena menggunakan humor untuk menyampaikan pendapatnya.
The Trial of the Chicago 7. (Dok. Dreamworks Pictures)
|
Namun ternyata, Hayden sempat menyampaikan pernyataan ambigu di hadapan para demonstran yang akhirnya membakar emosi hingga aksi berakhir ricuh.
Hoffman yang pertama kali memahami duduk perkara dan ia akhirnya didapuk untuk bersaksi membela Hayden di pengadilan. Dalam sidang, Hoffman menunjukkan kecerdasan dan keahliannya dalam bersilat lidah.
Melalui adegan ini, The Trial of the Chicago 7 sekali lagi mengangkat isu yang masih relevan hingga saat ini, yaitu ketika publik salah mengambil konteks dari satu perkataan hingga akhirnya menimbulkan keributan.
"Anda bisa mengubah apa pun menjadi apa pun jika Anda salah mengambil konteksnya," ucap Hoffman ketika menjawab pertanyaan jaksa penuntut, Ricahrd Schultz (Joseph Gordon-Levitt), dalam sidang.
Richard Schultz di The Trial of the Chicago 7. (Dok. Dreamworks Pictures)
|
Di akhir film, Hayden pun berupaya mengembalikan konteks pergerakan mereka di tengah pengadilan politis ini dengan membacakan nama-nama prajurit Amerika yang gugur di perang Vietnam.
Klise memang, tapi adegan tersebut membawa kembali penonton untuk mengingat konteks pergerakan yang masih terus bergulir di berbagai belahan dunia hingga saat ini.
Layaknya slogan yang diteriakkan pendukung Chicago 7 pada 1960-an, hingga saat ini dunia masih terus mengamati dan menanti perkembangan dari tiap pergerakan.
"The whole world is watching!"
(has/has) baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201120171607-220-572504/review-film-the-trial-of-the-chicago-7Bagikan Berita Ini
0 Response to "Review Film: The Trial of the Chicago 7 - CNN Indonesia"
Posting Komentar