Ketika menerima kabar duka melalui media sosial tentang kematian seseorang atau kerabat orang yang dikenal, kita kerap kali mengirimkan ucapan dukacita.
Namun, apakah kita benar-benar ikut berduka dengan adanya kabar duka tersebut? Atau, apakah ucapan dukacita tersebut sekadar basa-basi belaka?
Tak dipungkiri, barangkali, bisa jadi kita memang mengucapkan dukacita untuk sekadar basa-basi, apalagi jika kabar duka itu datang bukan dari orang dekat.
Setelah mengucapkan turut berduka, kita kembali melanjutkan aktivitas, masa bodoh dengan duka orang lain.
Realitas yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita itu dipotret dalam film pendek 'Turut Berduka' karya sutradara Anton Magaski.
Film itu mengisahkan tentang seorang ayah bernama Sudjianto yang meninggal dunia. Anaknya, Adit, meminta bantuan kepada banyak orang untuk mengurus jenazah sang ayah. Adit mendatangi langsung rumah warga, juga meminta bantuan teman lewat aplikasi perpesanan. Namun, tak ada orang yang langsung datang membantu.
Adit mulanya menemui seorang warga bernama Rozak, memberi tahu ayahnya meninggal dan meminta bantuan. Namun, Rozak tak bisa langsung membantu. Rozak menyatakan ada urusan di kantor kecamatan, baru bisa membantu setelah urusannya selesai.
Adit juga mendatangi beberapa warga lainnya, tapi tak ada yang bisa membantu dengan alasan bekerja dan lainnya.
Adegan lain menampilkan seorang warga saat membaca pesan duka dari Adit di grup RT. Warga tersebut hanya membalas pesan Adit dengan stiker turut berdukacita, lalu melanjutkan aktivitasnya.
Begitu pun dengan orang lain yang satu grup dengan Adit di aplikasi perpesanan. Orang itu hanya menyampaikan doa "basa-basi", lalu melanjutkan tidurnya.
Teman Adit bernama Candra yang dimintai tolong pun hanya membalas pesan dengan ucapan dukacita dilengkapi emoji sedih, seolah-olah memang ikut bersedih. Nyatanya, tak ada kesedihan sama sekali di wajah Candra. Bukannya datang untuk membantu Adit, Candra malah lanjut bermain game setelah membalas pesan duka dari kawannya itu.
Adit juga menerima banyak pesan dukacita dari orang lain, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang datang membantu.
Dalam film itu, ada juga adegan lain yang menampilkan beberapa preman memalak pekerja proyek. Dengan nada tinggi, para preman itu meminta si pekerja proyek menyerahkan uang kepada mereka.
Pekerja proyek itu membalas, "Bicaranya jangan keras-keras, ada warga yang lagi berduka. Ingat, Bang, semua orang pasti bakal mati."
Para preman itu terdiam mendengar ucapan si pekerja proyek.
Lalu, apa hubungannya para preman dan pekerja proyek itu dengan Adit? Adakah orang yang akhirnya membantu Adit mengurus jenazah ayahnya? Siapa saja mereka?
Yuk, tonton film yang diproduksi NU Online, Koperasi Film Halte Moencrat, Alif.id, dan didukung Kementerian Agama ini di Rumah Digital Indonesia.
Caranya, buka www.rumahdigitalindonesia.id, lalu klik peta dan pilih Ruang Komunitas.
Kamu bisa menonton 'Turut Berduka' di Cerita Indonesia. Selain 'Turut Berduka', masih ada film-film pendek lain yang bisa kamu nonton di Rumah Digital Indonesia.
Rumah Digital Indonesia akan hadir selama bulan kemerdekaan untuk menemanimu merayakan kemerdekaan di rumah saja.
Ada banyak konten menarik yang bisa kamu jelajahi di Rumah Digital Indonesia. Yuk, segera kunjungi www.rumahdigitalindonesia.id.
(mae/imk) baca dong https://news.detik.com/berita/d-5693206/menguak-fenomena-basa-basi-ucapan-duka-lewat-film-turut-berduka-di-rdiBagikan Berita Ini
0 Response to "Menguak Fenomena Basa-basi Ucapan Duka Lewat Film 'Turut Berduka' di RDI - detikNews"
Posting Komentar