Search

Bahasa 'Cinta' Itu Bernama Kritik Film - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Ulasan atau review serta kritik menjadi bahasa yang selalu mengikuti suatu karya, termasuk film. Perkembangan teknologi saat ini memperluas ruang penonton mengungkapkan ulasan serta kritikan terhadap film yang mereka saksikan.

Ada yang blak-blakan langsung menyatakan menyukai atau kurang menyukai suatu film lewat cuitan. Ada pula yang mengeksplorasikannya melalui utas di Twitter, keterangan gambar di Instagram, atau status di Facebook.

Ulasan-ulasan singkat dan sederhana acap kali ditemukan dalam bentuk podcast atau video penjelasan di YouTube. Tak lupa juga ulasan-ulasan di media cetak atau online, seperti yang sudah ada lebih dari satu dekade lalu.


Sehingga, sama seperti film, ulasan dan kritik tersebut terus mengalami perkembangan dan perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Penerimaan terhadap review atau kritik film pun beragam, ada yang kalem-kalem saja, namun ada pula yang menggelinding menjadi kontroversi.

Asher Weiss dalam tesis berjudul The Evolution of Film Criticism from Professional Intellectual Analysis to a Democratic Phenomenon, pada 2018, mengatakan evolusi kritik film membuat garis-garis di antara pengetahuan dan opini acak massa menjadi kabur.

"Sebagian besar kedalaman intelektual dan kebijaksanaan kritik para ahli film telah hilang di era digital karena teknologi terus bergerak tanpa henti untuk mengumpulkan konten dan opini massa," tulis Asher Weiss.

Tak hanya itu, ia juga mengemukakan terjadi pergeseran dari kritik yang kompleks ke arah ulasan singkat bahkan hanya melihat jumlah jempol (like/ dislike) untuk menilai sebuah film.

Sehingga, bagaimana sebenarnya konsep dasar kritik film?

Cendekiawan seni sekaligus Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma menilai beberapa hal menjadi dasar dalam mengkritik sebuah film, terutama dari segi jurnalistik. Menurutnya, kritik yang menjadi penilaian bagus atau jelek suatu film seharusnya sudah tidak berlaku lagi.

"Saya kira yang penting bukan menilai karena menilai dalam kritik apapun sudah tidak musim. Harus diutamakan memberikan keterangan informasi di balik film itu," kata Seno Gumira kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Ia pun menganalogikan penulis kritik sebagai pelayan di restoran. Menurutnya, apabila penulis kritik seperti pelayan restoran yang kreatif, maka mereka bisa menjelaskan detail film yang ditonton beserta contoh atau data pendukungnya.

"Jadi lebih informatif. Pendekatan yang benar adalah seorang kritikus itu bisa mengurai, bukan menilai. Dia tidak melihat esensi tapi konstruksi," katanya.

Ia menekankan penonton adalah produsen makna atau yang memberi arti dari sebuah film. Karena film pada dasarnya dibuat untuk disaksikan penonton.

"Norak atau enggak norak, penonton yang menentukan. Banyak orang menilai satu film bagus, kemudian yang bilang enggak bagus berarti seleranya rendah? Itu salah," Seno menegaskan.

"Begini [kritik yang baik] yang memberi kemungkinan pembaca kritik itu berpikir. Dia mengajak berpikir, tidak menggiring, mengarahkan, apalagi pamer. Menggabungkan itu memang susah, dari pengalaman kritis, bahasa jurnalistik. Makanya kritik itu is an art."

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Kompleksitas Kritik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Adblock test (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20210828170734-220-686756/bahasa-cinta-itu-bernama-kritik-film

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bahasa 'Cinta' Itu Bernama Kritik Film - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.