Search

Produksi Film Berlatar Sejarah yang Tidak Murah - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua belas tahun yang lalu, film Merah Putih (2009) yang berlatar sejarah perjuangan rakyat Indonesia mencuri perhatian. Penonton berbondong-bondong ke bioskop untuk melihat potret lima anak muda yang tangguh dalam menjaga kemerdekaan Indonesia.

Penyebabnya tak lain karena film arahan sutradara Yadi Sugandi tersebut adalah film pertama setelah dua dekade film tentang pertempuran bangsa Indonesia tidak pernah muncul di layar lebar.

Pencinta film Indonesia terakhir kali dimanjakan film berlatar sejarah perjuangan bangsa lewat film-film kuno seperti Janur Kuning (1979), Enam Djam di Jogja (1951), Serangan Fajar (1982) dan Tjoet Nja' Dhien (1988).


Ternyata di balik film yang sarat dengan adegan pertempuran dan pertumpahan darah yang terjadi di tahun 1947 tersebut membutuhkan pengorbanan dan usaha yang tidak murah demi bisa bersaing dengan film-film komersial di pasaran.

"Terus terang bikin film sejarah itu biayanya mahal, nilai kesulitannya tinggi dan dari segi cerita juga" ujar sang sutradara Yadi Sugandi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/8).

"Film sejarah itu nilai komersialnya agak kurang daripada film-film yang banyak sekarang ini, seperti superhero, dan yang lain, jadi ya memang harus ada unsur pengorbanan yang besar ketika mau membuat film perjuangan yang layak ditonton," lanjutnya.

Film Merah Putih (2009)Film Merah Putih (2009) jadi salah satu pelopor film berlatar sejarah di era kini. (Foto: Margate House Films)

Sutradara kelahiran 1985 ini lantas menjelaskan bahwa saat mengarahkan film trilogi Merah Putih, ia melibatkan sejumlah nama-nama besar di dunia perfilman Hollywood.

Mulai dari ahli special effect bernama Adam Howarth yang bertugas menyajikan adegan peperangan agar nampak seperti sungguhan. Ia berpengalaman dalam mengerjakan efek untuk film Saving Private Ryan dan Harry Potter and The Sorcerer's Stone.

Kemudian Rocky Mcdonald ,yang mengarahkan adegan laga, Rob Trenton yang menangani make-up dan efek visual dan John Bowring yang bertanggung jawab pada persenjataan.

Kehadiran empat ahli dengan jam terbang tinggi tersebut sukses membuat trilogi Merah Putih kaya dengan adegan pertempuran yang dahsyat seperti adegan bakar-bakaran hingga kontak senjata.

Semua adegan direkam dengan kualitas yang baik dan tidak asal-asalan sehingga efek-efek ledakan dalam film terlihat nyata.

Kombinasi yang apik antara laga, drama dan tragedi perjuangan bangsa Indonesia itu bahkan berhasil menarik perhatian pecinta film berlatar sejarah di Indonesia.

Menurut data, film yang dibintangi Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Teuku Rifnu Wikana, Zumi Zola hingga mendiang Rudy Wowor ini menghasilkan lebih dari 400 ribu penonton saat diputar di hampir 90 bioskop di seluruh Indonesia.

Tak hanya Yadi Sugandi, kesulitan membangun set film karena mengusung tema peristiwa bersejarah juga dialami oleh sutradara lainnya, Garin Nugroho.

Pengalaman tersebut dirasakan Garin saat mengarahkan film Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015). Dalam film yang dibintangi Reza Rahadian itu, Garin harus membangun suasana kota tempo dulu tepatnya pada tahun 1823 yakni tahun dimana Tjokroaminoto mendirikan Partai Sarekat Islam.

"Itu [membangun set film Tjokroaminoto] nggak gampang ya, [kami mendirikan set] di sebuah lahan di Yogyakarta, dengan kapasitas yang tidak besar sekali, membangun trem, mobil di era itu, karena kalau sewa mobil kuno asuransinya lebih mahal, jadi harus membuat sendiri semuanya," ujar Garin pada CNNIndonesia.com, Selasa (10/8).

Keseriusan Garin dalam mengarahkan film biopik tentang sosok HOS Tjokroaminoto itu pun berbuah manis. Film yang dirilis pada 2015 ini tercatat telah meraih 18 penghargaan, termasuk Film Terbaik 2015.

Minim Investor, Butuh Upaya Keras di Banyak Aspek

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Adblock test (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20210813080448-220-679813/produksi-film-berlatar-sejarah-yang-tidak-murah

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Produksi Film Berlatar Sejarah yang Tidak Murah - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.