Film tidak lagi memiliki batasan bentuk. Salah satu contohnya adalah film vertikal karya Jason Iskandar bekerja sama TikTok berjudul, X&Y. Oleh karena itu, pembuat film semakin dituntut sensitif dengan perkembangan zaman untuk melihat kebutuhan inovasi bercerita.
Melalui panel diskusi daring di TikTok Live pada Sabtu (25/09/2021), Sundance Film Festival: Asia 2021 membahas kehadiran film vertikal sebagai medium baru bercerita. Terdapat banyak pesan menarik untuk calon-calon pembuat film yang bisa dipetik.
1. Masih terbatas banyak penghalang
Sebagai fasilitas baru, TikTok masih memiliki beberapa batasan bagi kreator film vertikal. Aplikasi ini memang sudah memiliki proyek film vertikal bersama Studio Antelope berjudul X&Y. Namun, secara garis besar TikTok masih membatasi video sampai tiga menit. Oleh karena itu, pembuat film masih harus memikirkan batasan-batasan ini.
"TikTok menambah fitur durasi tiga menit memang karena permintaannya tinggi. Banyak konten kreator edukasi, memasak, dan lainnya yang senang dengan pertambahan durasi ini. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk inovasi lebih lagi di masa depan," ujar Angga Anugrah Putra, Kepala Operasi TikTok Indonesia.
Berkaitan dengan batasan seperti ini, sutradara X&Y, Jason Iskandar mengatakan pembuat film harus dituntut kreatif menangani kondisi-kondisi ini. Pembuat film perlu mempertimbangkan bahwa engagement dari video vertikal itu tinggi. Perlu dimaksimalkan untuk bisa tetap berkarya sekalipun terbatas.
2. Perbedaan medium perlu logika baru
Jason Iskandar menyatakan tantangan terbesar saat mencoba membuat X&Y adalah bentrok logika tradisional. Biasanya, film dibayangkan hanya dengan bentuk horizontal sehingga mata menangkapnya dari kiri ke kanan. Oleh karena itu, Jason menyebutkan perlu penyesuaian ulang untuk bisa menyampaikan cerita dengan baik dalam arah mata atas ke bawah.
"Logika framing [film vertikal] yang baru jadi harus putar otak lagi. Kru film juga harus menyesuaikan menggambarkan kamera karena penceritaan menjadi lebih sempit. Pemain juga menjadi harus menyesuaikan lagi. [Medium vertikal membuat] ruang geraknya terbatas," jelas Jason.
Angga juga menambahkan model vertikal itu terbukti lebih efektif. Pengguna smartphone hanya butuh satu tangan untuk menonton secara vertikal. Oleh karena itu, Jason juga menyarankan agar calon pembuat film vertikal bisa mengembangkan lebih lagi dari karyanya.
"Semoga ke depannya bisa dibuat lebih baik. Saya membuat ini perdana sehingga wajar masih ada gagap," papar Jason.
3. Bersiap menghadapi medium yang lebih baru di masa mendatang
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
CEO Wahana Kreator Nusantara, Salman Aristo menyebutkan pembuat film perlu semakin bersiap menghadapi kemungkinan baru ke depannya. Terlebih, saat ini dunia sudah lebih cepat berinovasi. Bisa jadi akan banyak hal yang terdisrupsi nantinya.
"Jangan sampai Indonesia menerima hal baru, tetapi tidak siap untuk memahami konteks pendatang baru itu," tegas Salman.
Salman juga mencontohkan keberadaan komik saat ini. Dahulu, komik dibaca mengikuti gerak mata horizontal. Kemudian, teknologi hadir membuat komik dibuat lebih nyaman cukup scroll atas ke bawah di smartphone. Perlu dipahami bila inovasi hadir karena adanya kebutuhan. Oleh karena itu, calon kreator film perlu membaca kebutuhan penceritaan baru.
4. Film bajakan dicegah, pembuat film senang
Belakangan jagat Twitter sempat dihebohkan dengan pembahasan aksi pembajakan film di TikTok. Pelaku memotong film menjadi bagian-bagian sehingga bisa ditonton oleh pengguna aplikasi ini. Menanggapi hal ini, Angga berusaha menjamin kalau TikTok Indonesia akan membuat kebijakan untuk menangani aksi pembajakan ini.
"Itu sebenarnya sudah melanggar panduan komunitas dan aturan layanan dari TikTok. Ini juga jadi area penting untuk TikTok dan bagian dari komitmen TikTok untuk melindungi karya industri film, " jelas Angga.
Menyambung pemaparan Angga, Salman menyambut baik komitmen ini. Salman berharap TikTok sebagai wadah distribusi konten bisa bekerja sama dengan industri film Indonesia. Hal ini juga bisa untuk menemukan inovasi antara kehadiran medium baru dan pihak yang terdampak distrupsi medium tersebut.
5. Otentisitas dan konsistensi adalah kunci penting
Ketika ditanya oleh salah satu penonton mengenai cara menjadi produktif, Salman menekan penting untuk konsisten. Hal ini yang perlu diperhatikan konten kreator dan pembuat film untuk bisa berjuang menghadapi ruang ekspresi baru. Pola interkasi media sosial memang mengandalkan lima detik pertama dari konten. Setelahnya, penonton akan memutuskan untuk tetap atau lanjut.
"Membuat konten di media sosial rasanya penting untuk otentik. Satu lagi, tidak perlu terlalu overthinking untuk bikin konten. Pelajari algoritma perlu juga tetapi justru jangan malah kehilangan konsistensi," ujar Jason.
Terkait otentik, Angga menambahkan kalau aplikasi sejenis TikTok bisa membantu distribusi konten kepada pasar yang tepat. Pembuat konten tidak perlu memikirkan terlalu dalam terkait genre dari kontennya. Namun, pembuat karya perlu juga memahami identitas otentik yang hendak dibangun. Salman menjelaskan ini agar pembuat karya benar kenal dengan kontennya.
"Kamu bikin konten kelas masak, nih. Tapi, kamu saja takut pegang pisau. Nah, perlu untuk sensitif dahulu dengan dunia di luar. Misalnya, perdalam dulu soal cara memasak. Setelah itu, baru masukkan ilmu dari dunia luar itu ke dalam medium kontenmu," pesan Salman.
Itulah beberapa pesan dari diskusi panel Rise of Vertical Cinema pada gelaran Sundance Film Festival: Asia 2021. Apakah siap untuk membuat konten film vertikal di TikTok sekarang?
Baca Juga: 5 Fakta Menarik tentang Film Dokumenter Users yang Tayang di Sundance
Bagikan Berita Ini
0 Response to "5 Pesan untuk Semakin Kembangkan Film Vertikal - IDNTimes.com"
Posting Komentar