Search

Review Film: Hidden Figures - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Saya tak menyangka bahwa film yang telah tayang lima tahun lalu masih relevan pada saat ini. Masalah rasial, seksisme, hingga persaingan di bidang teknologi yang saat ini riuh nyatanya telah dirangkum oleh Hidden Figures.

Meski pada dasarnya film garapan Theodore Melfi ini adalah film biografi tiga tokoh pekerja perempuan NASA, Hidden Figures nyatanya bisa berbicara jauh lebih dari sekadar itu.

Film ini menggambarkan kemampuan luar biasa dari perempuan. Mereka bukan hanya bisa berperan dalam tugas domestik rumah tangga, namun juga mengerjakan pekerjaan yang identik dikuasai oleh kaum Adam: teknik.


Kisah yang diangkat dari buku bertajuk Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Who Helped Win the Space Race karya Margot Lee Shetterly ini turut menunjukkan bahwa pahlawan tak mesti ada di atas panggung.

Pahlawan juga bisa berada di balik bayang-bayang, di balik meja, tersembunyi tanpa ada perhatian namun perannya cukup krusial sebagai penentu sebuah impian bisa tercapai.

Hidden Figures mengisahkan tiga perempuan staf NASA, Katherine Goble Johnson (Taraji P Henson), Dorothy Vaughan (Octavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monae).

Ketiganya bekerja di NASA pada 1961, ketika Amerika Serikat berada dalam persaingan sengit Perang Dingin dengan Uni Soviet, termasuk dalam bidang aeronautika.

Bukan hanya berada dalam Perang Dingin. Kala itu, Amerika Serikat masih menerapkan hukum Jim Crow yang memisahkan warga kulit putih dan berwarna masih berlaku. Pemisahan itu bukan hanya dari fasilitas umum, tetapi hingga toilet dan termos kopi.

Penerapan hukum yang diskriminatif tersebut menjadi titik awal masalah dari ketiga tokoh utama. Mereka bukan hanya harus menerima perlakuan diskriminasi karena kulit warna, tetapi juga karena jati diri sebagai perempuan.

Hidden FiguresHidden Figures mengisahkan tiga perempuan staf NASA, Katherine Goble Johnson (Taraji P Henson), Dorothy Vaughan (Octavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monae).: (dok. Fox 2000 Pictures via IMDb)

Beban itu digambarkan dengan baik oleh penulis Allison Schroeder dan Theodore Melfi. Keduanya menempatkan bagian cerita-cerita diskriminatif pada posisi serta porsi yang tepat dan mampu membuat penonton cukup gemas hingga emosi.

Bahkan, saya cenderung lebih emosi kala melihat diskriminasi yang digambarkan dalam Hidden Figures dibanding film dengan tema serupa dua tahun setelahnya, Green Book. Meskipun, kedua film ini memiliki suasana hingga rasa yang mirip.

Namun Hidden Figures mampu membuat penonton hanyut dalam emosi karena ketiga tokoh utama ini sejatinya adalah "kameo" dalam alur cerita yang besar. 

Mereka tak punya kekuasaan, terlahir dalam situasi dan kondisi yang tak tepat, dan hanya bisa mengandalkan kemampuan bawaan lahir mereka untuk berdiri di atas kaki sendiri.

Upaya para perempuan Hidden Figures melawan situasi diskriminatif, dan membela dirinya sendiri untuk hal yang esensial bagi seorang manusia inilah yang saya anggap lebih menggugah dibanding konflik dalam Green Book.

Hidden FiguresKisah ini diangkat dari buku bertajuk Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Who Helped Win the Space Race karya Margot Lee Shetterly. (dok. Fox 2000 Pictures via IMDb)

"Tidak ada toilet. Tidak ada toilet untuk kulit hitam di gedung ini, atau semua gedung di luar di Kampus Barat, yang jaraknya 800 meter. Kau tahu itu?" kata Katherine.

"Aku harus berjalan ke Timbuktu hanya untuk buang air. Dan aku tidak boleh memakai sepeda. ... Tuhan tahu bayaran orang kulit hitam tidak cukup beli mutiara!" lanjutnya.

"Dan saya bekerja seperti anjing, siang dan malam, hidup dari kopi dari panci yang tidak pernah kalian sentuh!" teriak Katherine.

Segala situasi menyentuh itu dibawakan dengan baik oleh ketiga aktris, Henson, Spencer, dan Monae. Tak ada yang lebih menonjol dibanding yang lain. Schroeder dan Melfi menempatkan karakter ketiga tokoh ini sesuai dengan porsi cerita.

Selain itu, aksi memukau dalam film ini juga datang dari para pemain pendukung, Kevin Costner yang memerankan Al Harrison, direktur the Space Task Group.

Meski begitu, gambaran kehidupan diskriminasi yang miris nan menggugah emosi itu tak banyak sehingga unsur dramatis dari film ini tak dominan.

Melfi selaku sutradara dan penulis nampaknya memang ingin fokus pada peran Johnson, Vaughan, dan Jackson dalam keberhasilan misi NASA.

Hingga akhirnya, kisah mereka bertiga berhasil membuktikan kemandirian perempuan dan bahwasanya diskriminasi berdasarkan identitas, ras, atau pun warna kulit itu tak bermakna apapun selain bentuk kebencian terhadap sesama manusia.

Sehingga wajar rasanya film ini mendapatkan kategori Best Picture dalam Academy Awards ke-89. Selain itu, Hidden Figures juga terpilih sebagai salah satu dari 10 film terbaik 2016 oleh National Board of Review.

Hidden Figures bisa disaksikan di Netflix.

[Gambas:Youtube]

(end)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20210319190521-220-619802/review-film-hidden-figures

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Review Film: Hidden Figures - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.