Search

Review Film: Paranoia - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Meski menjanjikan thriller, Paranoia sejatinya masih belum bisa lepas dari sentuhan drama dan romantisme yang jadi andalan Mira Lesmana dan Riri Riza dalam film-film terdahulu.

Ketakutan dan was-was yang dibangun dengan baik di awal Paranoia, perlahan-lahan luntur dan malah menjadi cerita drama menjemukan.

Ketika lampu bioskop dimatikan, Paranoia sebenarnya mampu membuat penonton terkesima dengan adegan pembuka yang gelap nan suram dan meningkatkan mood thriller.


Penonton perlahan-lahan dihadapkan pada kondisi yang serba kacau dan penuh kegamangan. Hal yang belakangan ini banyak dirasakan oleh kebanyakan orang akibat situasi serba sulit di masa pandemi.

Mira Lesmana dan Riri Riza sangat baik mengemas perasaan kalut tersebut lewat empat karakter yang menjadi tokoh utama dalam film ini, terutama karakter Dina yang diperankan oleh Nirina Zubir.

Dalam film ini, Nirina berperan sebagai Dina, perempuan muda yang bekerja sebagai pengelola vila milik David. Walau di masa pandemi Covid-19, Dina tetap menjalankan tugasnya dengan suka cita.

Namun itu semua adalah topeng untuk menutupi ketakutan dalam dirinya. Ketakutan itu pula yang menjauhkan Dina dengan putri semata wayangnya, Laura yang diperankan oleh Caitlin North-Lewis.

Baca sinopsis film Paranoia selengkapnya di sini.

Emosi Dina yang cemas tak berkesudahan mengisi hampir satu jam durasi film Paranoia. Pemandangan ini hampir mirip dalam film Enough (2002) yang dibintangi oleh Jennifer Lopez.

Dalam film itu, Lopez berperan sebagai Slim dan hidup dalam ketakutan akibat dikejar oleh suaminya yang tukang pukul. Demi menghilangkan jejak, Slim membawa anaknya tinggal nomaden hingga berganti identitas.

Film ParanoiaReview Paranoia menyebut film ini masih belum lepas dari sentuhan drama dan romatisme khas Mira Lesmana dan Riri Riza meski awalnya menjanjikan thriller. (Arsip Miles Film)

Hal tersebut juga dilakukan Dina yang terus berganti tempat tinggal, mengganti nama, hingga nomor ponselnya. Apresiasi yang tinggi untuk Nirina yang sangat ciamik mengolah emosi Dina dari takut, khawatir, pasrah, hingga berani mengambil sikap.

Perubahan emosi tersebut berjalan mulus dan tidak terlihat dipaksakan. Momen ketika Dina menemukan keberanian untuk berbicara tentang kondisinya kepada orang lain adalah momen terbaik dalam film ini.

Namun fondasi cerita thriller yang sudah kuat dibangun sejak awal film malah berubah menjadi romantis.

Kesan itu muncul ketika Laura (Caitlin North-Lewis) menggoda Raka (Nicholas Saputra) dengan lagak orang dewasa. Gombalan-gombalan romantis yang keluar dari mulut Laura sangat tidak cocok dengan karakternya yang masih remaja.

Adegan romantis yang kurang "pas" juga muncul saat Raka yang tersipu menerima makanan dari Dina. Cara mereka berbincang sangat kaku padahal dalam cerita Raka dan Dina sudah saling mengenal sebelumnya.

Beruntung, fase itu tidak berlangsung terlalu lama. Riri Riza dan Mira Lesmana kembali membawa penonton dalam babak baru yang penuh ketegangan lewat kemunculan sosok Gion (Lukman Sardi).

Namun saya harus kembali menghadapi ketidakpuasan. Meski sudah berhasil kembali ke jalur thriller, banyak hal dalam film ini yang menggantung dan pertanyaan yang tak terjawab.

Terlepas dari cerita yang tiba-tiba berubah di pertengahan filmnya, Paranoia menjadi salah film dengan visual menarik dan scoring lagu yang bagus.

[Gambas:Youtube]

(end/end)

[Gambas:Video CNN]

Adblock test (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20211113110248-220-720624/review-film-paranoia

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Review Film: Paranoia - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.