Search

Bioskop Tutup, Streaming Film akan Tumbuh Kala Pandemi - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Bisnis layanan over the top (OTT) streaming film diprediksi akan meraup keuntungan seiring dengan perpanjangan masa penutupan bioskop demi mengurangi penyebaran virus corona SARS-CoV-2.

Memanfaatkan layanan OTT melambung bersamaan warga dunia terpaksa berdiam di rumah selama masa karantina akibat pandemi Covid-19.

"Industri video on demand mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada saat pandemi. Ke depan bahkan saya rasa akan naik siginifikan seiring dengan masih diberlakukannya lockdown. Yang pasti saat pandemi ini merupakan periode yang menguntungkan bagi perusahaan video on demand," ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/7).


Forrester melaporkan layanan OTT seperti Netflix pada kuartal pertama 2020 melampaui jumlah pelanggan baru global sebesar 80 persen. Netflix dilaporkan mendulang 15,77 juta pelanggan baru berkat pandemi virus Covid-19 yang membuat semua orang beralih ke streaming dan mencetak rekor keuntungan perusahaan tersebut.

Kini, layanan streaming itu mengklaim telah memiliki 182,9 juta pelanggan secara global. Capaian itu naik 22,8 persen dari awal tahun.

Huda memprediksi layanan video streaming atau video on demand akan memiliki fitur live streaming sehingga penggunanya bisa menikmati hiburan konser, sirkus, atau pertunjukan drama musikal.

Di sisi lain, Huda mengatakan ada beberapa rintangan yang dihadapi oleh penyedia layanan video on demand. Salah satunya adalah kesesuaian konten dengan keinginan pasar yang sangat dinamis.

"Industri video on demand ini sangat bergantung dengan konsumen. Jadi video yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan konsumen," ujar Huda.

Huda mengambil contoh Hooq yang harus gulung tikar pada 30 April. Huda menjelaskan layanan streaming film itu melakukan kesalahan dalam membaca kebutuhan konsumen di Indonesia.

Huda mengatakan kesalahan ini terjadi ketika Hooq memperbanyak film produksi lokal. Padahal, konsumen Indonesia menuntut konten impor, terutama konten produksi Korea Selatan. Oleh karena itu, Hooq salah strategi dan tak membaca keinginan pasar di Indonesia.

"Hooq ini salah mengambil langkah dengan memperbanyak video lokal namun pangsa pasarnya meminta video impor, kebanyakan dari Korea Selatan. Maka Hooq tidak bisa bertahan akhirnya," ucap Huda.

Layanan streaming film 'geser' bioskop

Dihubungi terpisah, pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi memprediksi kehadiran layanan OTT seperti Netflix hingga YoutTube akan mengubah lanskap bisnis industri film.

Aplikasi ini membuat penonton tak perlu lagi ke bioskop untuk menonton film terbaru. Dampak akan semakin terasa ketika dampak Covid-19 ini membuat orang semakin banyak menggunakan layanan video on demand.

Belum lagi mengingat hingga saat ini belum ada lampu hijau untuk membuka operasional bioskop. Selain itu, ada kekhawatiran tertular Covid-19 di bioskop.

"Lanskap bisnis menonton memang berubah sejak kehadiran YouTube dan kemudian Netflix. Dengan covid-19 ini perubahan makin besar dan ada pergeseran signifikan dari nonton di bioskop ke gadget," kata Heru.

Berdasarkan data JustWatch yang diterima CNNIndonesia.com, jumlah pengguna layanan streaming di Spanyol melonjak 138 persen dari perbandingan antara periode 9-10 Maret dan 16-17 Maret.

Dalam periode yang sama, pengguna layanan streaming di Prancis juga meningkat 82 persen, dan diikuti Italia dengan 71 persen.

Oleh karena itu, Heru mengingatkan layanan video on demand akan menjadi kompetitor bioskop di kala Covid-19 berakhir.

"Selama masa pandemi dan sesudahnya ini akan jadi pesaing utama bioskop jika kemudian dibuka lagi," kata Heru.

Di sisi lain, Heru menjelaskan bioskop tak akan punah sebab bioskop menawarkan film-film baru yang lebih cepat dibandingkan layanan video on demand. Selain itu, suasana bioskop juga akan membuat peminat tersendiri di tengah gempuran aplikasi video on demand.

"Meski bioskop tentu menawarkan sesuatu yang berbeda seperti suasana dan video serta sound system-nya. Kalau menurut saya, bioskop tetap akan banyak diminati meski permintaan terhadap Netflix dan YouTube makin kuat," ujar Heru.

Gempuran layanan video streaming begitu gencar terjadi secara global. Dilansir dari Forbes, tak hanya Netflix, layanan video streaming serupa asal Amerika Serikat, Disney+, juga meraup keuntungan. Layanan streaming yang meluncur 12 November 2019, mencapai 50 juta pelanggan hanya dalam waktu sekitar 5 bulan.

Padahal, Netflix membutuhkan waktu 7 tahun untuk mencapai jumlah pelanggan tersebut.

Layanan streaming film lain pun bermunculan di AS. Raksasa media AS, Fox, juga telah memulai layanan streaming Tubi setelah divestasi sahamnya di Hulu. Perusahaan dilaporkan menghabiskan US$440 juta untuk menutup celah dari Hulu yang dibeli oleh Disney.

Sementara NBCU, dalam waktu dekat akan meluncurkan layanan streaming, Peacock. NBCU bahkan membeli layanan streaming Vudu dari Walmart.

(din/mik)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)

baca dong https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200702074618-185-519838/bioskop-tutup-streaming-film-akan-tumbuh-kala-pandemi

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bioskop Tutup, Streaming Film akan Tumbuh Kala Pandemi - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.