Dari film independen hingga streaming serial populer di platform seperti Netflix, film Korea Selatan menarik penonton di seluruh dunia. Ada apa di balik kesuksesan mereka?
Ketika film "Parasite" dari Korea Selatan mencetak sejarah di Oscar 2020 dengan menjadi film non-Inggris pertama yang memenangkan Academy Award untuk Film Terbaik, semua mata tertuju pada sutradara Bong Joon-ho. Sebelumnya, Bong mengatakan bahwa pagelaran Oscar "sangat lokal."
Senada dengan Bong, aktris Korea Selatan Yang Mal-bok, yang film barunya "The Apartment with Two Women" tayang perdana di Berlinale pada Februari lalu, menyampaikan pendapat serupa.
"Saya agak lelah dengan aliran budaya yang sedikit dimonopoli dalam satu arah," kata Yang kepada DW.
"Saya mulai berpikir, selera kita dalam film telah lama terkonsentrasi di satu sisi dan jelas bagi saya bahwa pandangan Anda meluas ketika bersentuhan dengan budaya atau seni dari daerah yang berbeda, seperti Korea Selatan," lanjutnya.
Kini realitanya, dalam beberapa tahun terakhir, penonton di seluruh dunia semakin haus akan sinema Korea.
Kebangkitan ekonomi budaya Korea Selatan
Gelombang Korea — atau Hallyu — adalah istilah yang banyak digunakan untuk menggambarkan kesuksesan internasional musik, film, TV, mode, dan makanan Korea Selatan. Bahkan pada Oktober tahun lalu, Oxford English Dictionary menambahkan kata Korea Hallyu ke edisi terbarunya.
Ketika ditanya tentang Hallyu, Jung Bo-ram, lawan main Yang dalam "The Apartment with Two Women," mengatakan Hallyu adalah "tema universalis masyarakat Korea" yang membantu mendorong kesuksesan film Korea Selatan di luar negeri.
Dalam film terbarunya, Jung memerankan seorang perempuan berusia akhir dua puluhan yang tinggal bersama ibunya. Film ini bercerita tentang konflik hubungan ibu dan anak.
"Semua ibu dan anak perempuan yang tinggal di Korea Selatan dapat merasakan kisah ini. Saya pikir film ini tidak spesifik untuk Korea Selatan, tetapi mengandung pesan berbagai emosi yang dapat Anda rasakan tentang hubungan ibu-anak," kata Jung kepada DW. "Ketika orang menonton film ini, mereka dapat menghubungkannya dengan kehidupan mereka sendiri."
"Pandangan Anda meluas ketika Anda bersentuhan dengan budaya atau seni dari daerah yang berbeda, seperti Korea Selatan," kata Yang Mal-bok.
Film Korea Selatan menggemparkan dunia
Keberhasilan film-film Korea Selatan di luar negeri dimulai pada tahun 1990-an, setelah sisa-sisa terakhir rezim militer yang represif lenyap. Undang-undang sensor dilonggarkan dan investasi perusahaan-perusahaan besar Korea mulai mengalir ke sektor industri film.
Investasi Samsung, Daewoo, dan Hyundai memainkan peran utama dalam industri film negara itu. Menyusul krisis keuangan Asia tahun 1997, konglomerat baru seperti CJ Entertainment, Orion Group (Showbox), dan Lotte Entertainment muncul menjadi pemain terbesar di industri film Korea Selatan.
Pada dekade pertama Hallyu, penggemar internasional, khususnya di AS, biasanya mengunduh film bajakan, sementara orang Korea Selatan yang belajar di luar negeri melakukan alih bahasa.
"Ini terjadi jauh sebelum platform OTT (over-the-top) dan alih bahasa yang mudah tersedia," jelas artis kenamaan Yang Mal-bok.
Yang juga ikut berperan sebagai cameo dalam serial Korea Selatan "Squid Game," salah satu streaming hit terbesar sepanjang masa Netflix. Film thriller sembilan episode ini ditonton sekitar 1,65 miliar orang hanya dalam bulan pertama rilis.
Yang mengatakan dia "tidak mengira" bahwa serial itu akan "menjadi sangat populer di seluruh dunia."
"Jelas bahwa Hollywood memiliki pengaruh budaya yang besar di dunia. Film berbahasa Inggris diputar di bioskop dan multipleks. Sulit untuk bersaing dengan itu, tetapi, selama dua dekade sekarang, festival film independen internasional telah meningkatkan peluang bagi kita untuk menjadi dilihat dan didengar," kata artis film Korea Selatan itu.
Industri hiburan sebagai kekuatan ekonomi masa depan
Netflix telah mengumumkan, mereka akan menyiapkan investasi senilai US$500 juta (Rp7 triliun) pada tahun 2022 sebagai bagian dari upaya untuk memperluas konten Korea Selatan.
Namun, pandemi juga berdampak pada industri film.
"Setelah COVID-19, ada lebih sedikit investasi di seluruh industri perfilman di Korea Selatan, jadi mungkin ada lebih sedikit kesempatan bagi saya untuk mengikuti audisi, tetapi juga sulit untuk mengatakan apakah itu situasi yang benar-benar buruk," kata Jung Bo-ram.
Produksi lokal, bagaimanapun, masih merupakan bagian utama di pasar Korea Selatan.
Pemerintah Korea Selatan juga menganggap industri hiburan sebagai pendorong utama ekonomi nasional masa depan dan banyak berinvestasi dalam film dan serial dari anggaran negara. Salah satu tujuan utamanya adalah menjadi eksportir dan importir hiburan dan media terkemuka di dunia.
"The Apartment with Two Women" adalah film debut sutradara Kim Se-In dan didanai oleh Akademi Seni Film Korea.
"Saya hanya bisa fokus membuat film. Akademi Seni Film Korea telah memberi saya segala dukungan untuk berkembang, mulai dari penulisan naskah hingga tahap pascaproduksi," kata Kim. "Saya tidak perlu khawatir tentang pasar dan distribusi, akademi membantu dengan itu."
Kim memenangkan lima penghargaan di Festival Film Internasional Busan pada bulan Oktober lalu.
Sementara itu, ketika ditanya apa pendapatnya di balik kesuksesan perfilman Korea Selatan, artis Yang Mal-bok mengatakan, lanskap hiburan di negara itu sangat fleksibel, dapat beradaptasi dan berubah dengan sangat cepat.
"Media menghasilkan konten baru dengan sangat cepat. Sulit untuk mengambil hanya satu alasan mengapa konten budaya dari Korea Selatan menjadi populer. Mungkin itu adalah gelombang baru dan Korea Selatan adalah pusatnya," pungkasnya.
Ed: rap/as
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bagaimana Film-film Korea Selatan Mendominasi Industri Perfilman Dunia - DW (Bahasa Indonesia)"
Posting Komentar